Suatu kala, ada seorang yang cukup terkenal akan kepintarannya dalam
membantu orang mengatasi masalah. Meskipun usianya sudah cukup tua,
namun kebijaksanaannya luar biasa luas. Karena itulah, orang
berbondong-bondong ingin bertemu dengannya dengan harapan agar masalah
mereka bisa diselesaikan.
Setiap hari, ada saja orang yang datang
bertemu dengannya. Mereka sangat mengharapkan jawaban yang kiranya
dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang sedang mereka hadapi. Dan
hebatnya, rata-rata dari mereka puas akan jawaban yang diberikan. Tidak
heran, kepiawaiannya dalam mengatasi masalah membuat namanya begitu
tersohor.
Suatu hari, seorang pemuda mendengar pembicaraan
orang-orang di sekitar yang bercerita tentang orang tua tersebut. Ia pun
menjadi penasaran dan berusaha mencari tahu keberadaannya. Ia juga
ingin bertemu dengannya. Ada sesuatu yang sedang mengganjal di hatinya
dan ia masih belum mendapatkan jawaban. Ia berharap mendapatkan jawaban
dari orang tua tersebut.
Setelah berhasil mendapatkan lokasi
tempat tinggal orang tua itu, ia bergegas menuju ke sana. Tempat tinggal
orang tua tersebut dari luar terlihat sangat luas bagai istana.
Setelah
masuk ke dalam rumah, ia akhirnya bertemu dengan orang tua bijaksana
tersebut. Ia bertanya, "Apakah Anda orang yang terkenal yang sering
dibicarakan orang-orang mampu mengatasi berbagai masalah?"
Orang
tua itu menjawab dengan rendah hati, "Ah, orang-orang terlalu
melebih-lebihkan. Saya hanya berusaha sebaik mungkin membantu mereka.
Ada yang bisa saya bantu, anak muda? Kalau memang memungkinkan, saya
akan membantu kamu dengan senang hati."
"Mudah saja. Saya hanya
ingin tahu apa rahasia hidup bahagia? Sampai saat ini saya masih belum
menemukan jawabannya. Jika Anda mampu memberi jawaban yang memuaskan,
saya akan memberi hormat dan dua jempol kepada Anda serta menceritakan
kehebatan Anda pada orang-orang," balas pemuda itu.
Orang tua itu berkata, "Saya tidak bisa menjawab sekarang."
Pemuda itu merengut, berkata, "Kenapa? Apakah Anda juga tidak tahu jawabannya?"
"Bukan
tidak bisa. Saya ada sedikit urusan mendadak," balas orang tua itu.
Setelah berpikir sebentar, ia melanjutkan, "Begini saja, kamu tunggu
sebentar."
Orang tua itu pergi ke ruangan lain mengambil sesuatu.
Sesaat kemudian, ia kembali dengan membawa sebuah sendok dan sebotol
tinta. Sambil menuangkan tinta ke sendok, ia berkata, "Saya ada urusan
yang harus diselesaikan. Tidak lama, hanya setengah jam. Selagi
menunggu, saya ingin kamu berjalan dan melihat-lihat keindahan rumah dan
halaman di luar sambil membawa sendok ini."
"Untuk apa?" tanya pemuda itu dengan penasaran.
"Sudah,
jangan banyak tanya. Lakukan saja. Saya akan kembali setengah jam
lagi," kata orang tua itu seraya menyodorkan sendok pada pemuda itu dan
kemudian pergi.
Setengah jam berlalu, dan orang tua bijak itu pun kembali dan segera menemui pemuda itu.
Ia bertanya pada pemuda itu, "Kamu sudah mengelilingi seisi rumah dan halaman di luar?"
Pemuda itu menganggukkan kepala sambil berkata, "Sudah."
Orang tua itu lanjut bertanya, "Kalau begitu, apa yang sudah kamu lihat? Tolong beritahu saya."
Pemuda itu hanya diam tanpa menjawab.
Orang
tua itu bertanya lagi, "Kenapa diam? Rumah dan halaman begitu luas,
banyak sekali yang bisa dilihat. Apa saja yang telah kamu lihat?"
Pemuda
itu mulai bicara, "Saya tidak melihat apa pun. Kalau pun melihat, itu
hanya sekilas saja. Saya tidak bisa ingat sepenuhnya."
"Mengapa bisa begitu?" tanya orang tua itu.
Sang
pemuda dengan malu menjawab, "Karena saat berjalan, saya terus
memperhatikan sendok ini, takut tinta jatuh dan mengotori rumah Anda."
Dengan
senyum, orang tua bijak itu berseru, "Nah, itulah jawaban yang kamu
cari-cari selama ini. Kamu telah mengorbankan keindahan rumah yang
seharusnya bisa kamu nikmati hanya untuk memerhatikan sendok berisi
tinta ini. Karena terus mengkhawatirkan tinta ini, kamu tidak sempat
melihat rumah dan halaman yang begitu indah. Rumah ini ada begitu banyak
patung, ukiran, lukisan, hiasan dan ornamen yang cantik. Begitu juga
dengan halaman rumah yang berhiaskan bunga-bunga warna-warni yang
bermekaran. Kamu tidak bisa melihatnya karena kamu terus melihat sendok
ini."
Ia melanjutkan, "Jika kamu selalu melihat kejelekan di
balik tumpukan keindahan, hidup kamu akan dipenuhi penderitaan dan
kesengsaraan. Sebaliknya, jika kamu selalu mampu melihat keindahan di
balik tumpukan kejelekan, maka hidup kamu akan lebih indah. Itulah
rahasia dari kebahagiaan. Apakah sekarang sudah mengerti, anak muda?"
Pemuda
itu benar-benar salut atas kebijaksanaan dari orang tua itu. Ia sungguh
puas dengan jawabannya. Akhirnya ia menemukan jawaban yang selama ini ia
cari. Sebelum pergi, ia menepati janjinya dengan memberi hormat dan dua
jempol kepada orang tua tersebut.
JANGAN MENGORBANKAN KEINDAHAN HIDUP HANYA UNTUK MELIHAT SISI JELEKNYA. SELALU ADA HAL POSITIF YANG BISA KITA AMBIL. JADILAH ORANG YANG MELIHAT SETITIK TERANG DI DALAM KEGELAPAN.
Source : Kim Regina (kisahmotivasihidup.blogspot.co.id)
Saturday, October 24, 2015
Friday, October 9, 2015
HUTANG KEPADA ANAK-ANAK KITA
Kita selalu berhutang banyak cinta kepada anak-anak. Tidak jarang, kita memarahi mereka saat kita lelah. Kita membentak mereka padahal mereka belum benar-benar paham kesalahan yang mereka lakukan. Kita membuat mereka menangis karena kita ingin lebih dimengerti dan didengarkan. Tetapi seburuk apapun kita memperlakukan mereka, segalak apapun kita kepada mereka, semarah apapun kita pernah membentak mereka. Mereka akan tetap mendatangi kita dengan senyum kecilnya, menghibur kita dengan tawa kecilnya, menggenggam tangan kita dengan tangan kecilnya. Seolah semuanya baik-baik saja, seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Mereka selalu punya banyak cinta untuk kita, meski seringkali kita tak membalas cinta mereka dengan cukup.
Kita selalu berhutang banyak kebahagiaan untuk anak-anak kita. Kita bilang kita bekerja keras demi kebahagiaan mereka, tetapi kenyataannya merekalah yang justru membahagiakan kita dalam lelah di sisa waktu dan tenaga kita. Kita merasa bahwa kita bisa menghibur kesedihan mereka atau menghapus air mata dari pipi-pipi kecil mereka, tetapi sebenarnya kitalah yang selalu mereka bahagiakan. Merekalah yang selalu berhasil membuang kesedihan kita, melapangkan kepenatan kita, menghapus air mata kita.
Kita selalu berhutang banyak waktu tentang anak-anak kita. Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kita miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap, dan bermain dengan mereka? Dari waktu hidup kita bersama mereka, seberapa keras kita bekerja untuk menghadirkan kebahagiaan sesungguhnya di hari-hari mereka, melukis senyum sejati di wajah mungil mereka?
Tentang anak-anak, sesungguhnya merekalah yang selalu lebih dewasa dan bijaksana daripada kita. Merekalah yang selalu mengajari dan membimbing kita menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya. Seburuk apapun kita sebagai orangtua, mereka selalu siap kapan saja untuk menjadi anak-anak terbaik yang pernah kita punya.
Kita selalu berhutang kepada anak-anak kita. Anak-anak yang setiap hari menjadi korban dari betapa buruknya cara kita mengelola emosi. Anak-anak yang terbakar residu ketidakbecusan kita saat mencoba menjadi manusia dewasa. Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari nasib buruk yang setiap hari kita buat sendiri. Anak-anak yang barangkali masa depannya terkorbankan gara-gara kita tak bisa merancang masa depan kita sendiri. Tetapi mereka tetap tersenyum, mereka tetap memberi kita banyak cinta, mereka selalu mencoba membuat kita bahagia.
Maka dekaplah anak-anakmu, tataplah mata mereka dengan kasih sayang dan penyesalan, katakan kepada mereka, "Maafkan untuk hutang-hutang yang belum terbayarkan. Maafkan jika semua hutang ini telah membuat Tuhan tak berkenan. Maafkan karena hanya pemaafan dan kebahagiaan kalianlah yang bisa membuat hidup ayah dan ibu lebih baik dari sebelumnya. Lebih baik dari sebelumnya."
Fahd Pahdepie
Sydney 2015
Source : kisah-renungan.blogspot.co.id
Subscribe to:
Posts (Atom)