Kisah Kisah Kita

Friday, September 23, 2011

BAGIAN TERBESAR DARI HARIMU YANG SIBUK

” Pap.., lihat ! ” seru Anny, anakku, menunjuk burung elang yang terbang tinggi di langit.

” Oh, ya, ” gumamku, sambil mengemudi, tenggelam dalam pikiranku tentang jadwal ketat hari ini.
Kekecewaan mengisi wajahnya.

” Ada apa, manis ? ” tanyaku dengan dungu.

” Tak apa – apa, ” kata anakku yang berusia delapan tahun. Saat itu sudah berlalu. Di dekat rumah, kami melambat sambil melihat – lihat pemandangan di pekarangan rumah kami.

Kami makan, mandi, menggunakan telepon, mengisi waktu hingga saatnya tidur.

” Ayo, Anny, waktunya tidur ! “ Ia berlari menyusulku naik ke atas. Dengan lelah, aku mencium pipinya, mengucapkan doa lalu menyelimutinya.

” Pap, aku lupa mau memberi papi sesuatu ! ” katanya. Kesabaranku habis.

” Besok pagi saja ! ” kataku, tapi ia menggelengkan kepalanya.

” Papi tak akan punya waktu besok pagi ! ” bantahnya.

” Papi pasti akan menyisihkan waktu, ” kataku membela diri. Kadang – kadang betapa pun aku berusaha, waktu mengalir diantara jemariku seperti pasir dalam jam pasir, tak pernah cukup. Tak pernah cukup untuknya, untuk istriku, dan jelas tak cukup untukku.

Ia belum mau menyerah. Ia mengerutkan hidungnya yang kecil dan mengibaskan rambutnya yang panjang.

” Pasti tak akan ! Pasti akan seperti hari ini seperti waktu kuminta papi melihat burung. Papi bahkan tak mendengar apa yang kubilang. “

Aku terlalu lelah untuk bertengkar, perkataannya menyerang begitu telak.

” Selamat malam ! ” Aku menutup pintunya dengan bunyi keras.

Namun, setelah itu, mata hitamnya yang besar, wajahnya yang lucu mengisi bayanganku saat aku memikirkan betapa sedikitnya waktu yang sebenarnya kami miliki hingga ia nanti dewasa dan pergi dari rumah.

Istriku bertanya, ” Mengapa murung ? “

Aku menceritakannya.

” Mungkin ia belum tidur. Coba kau lihat, ” katanya. Aku mengikuti nasihatnya, ingin rasanya itu gagasanku sendiri.

Aku membuka pintunya sedikit, dan cahaya dari jendela menyinari tubuhnya yang sudah tidur. Perlahan aku membuka kepalan tangannya untuk melihat apa yang menyebabkan perselisihan kami.

Hatiku seperti tersayat. Ia telah merobek – robek sebuah hati merah yang besar yang bertulisan puisi yang dikarangnya, berjudul ” Mengapa Aku Mencintai Papiku ! “

Dengan hati – hati aku mengambil robekannya. Setelah hati itu disusun kembali, aku membaca apa yang dikarangnya.

Mengapa Aku Mencintai Papiku !
Meskipun kau sibuk dan bekerja keras
Kau selalu menyisihkan waktu bermain
Aku mencintaimu Papi karena
Akulah bagian terbesar dari harimu yang sibuk !

Perkataan itu bagai sebuah anak panah yang tepat menusuk jantung. Pada usia delapan tahun, ia memiliki hati yang bijaksana.

Sepuluh menit kemudian aku membawa sebuah baki ke kamarnya, berisi dua cangkir cokelat panas dengan roti bakar selai. Saat aku dengan lembut menyentuh pipinya, aku dapat merasa hatiku dipenuhi rasa sayang yang teramat dalam.

Bulu matanya bergetar, saat ia membuka kelopak matanya, ia terbangun dan memandang baki itu.

” Ini buat apa ? ” tanyanya, bingung oleh gangguan malam.

” Ini untukmu, karena kamu adalah bagian terpenting dari hari papi yang sibuk“.

Ia tersenyum dan meminum setengah cangkir cokelatnya dengan mengantuk.

Lalu ia tertidur kembali..

ANAK-ANAK KITA SELALU MENCINTAI KITA..SESIBUK APAPUN PEKERJAAN KITA LUANGKAN WAKTU BAGI MEREKA.

Source : sipapi.net

No comments:

Post a Comment