Kisah Kisah Kita

Wednesday, November 30, 2011

BUKALAH PINTU HATIMU..MASIH ADA HARAPAN!

Moore adalah seorang dokter terkenal dan dihormati, melalui tangannya sudah tak terhitung nyawa yang diselamatkan, dia tinggal disebuah kota tua di Prancis. 20 tahun yang lalu dia adalah seorang narapidana, kekasihnya mengkhianati dia lari kepelukan lelaki lain, karena emosinya dia melukai lelaki tersebut, maka dia dari seorang mahasiswa di universitas terkenal menjadi seorang narapidana, dia dipenjara selama 3 tahun.

Setelah dia keluar dari penjara, kekasihnya telah menikah dengan orang lain, karena statusnya sebagai bekas narapidana menyebabkannya ketika melamar pekerjaan menjadi bahan ejekan dan penghinaan. Dalam keadaan sakit hati, Moore memutuskan akan menjadi perampok. Dia telah mengincar di bagian selatan kota ada sebuah rumah yang akan menjadi sasarannya, para orang dewasa dirumah tersebut semuanya pergi bekerja sampai malam baru pulang kerumah, didalam rumah hanya ada seorang anak kecil buta yang tinggal sendirian.

Dia pergi kerumah tersebut mencongkel pintu utama membawa sebuah pisau belati, masuk kedalam rumah, sebuah suara lembut bertanya, “Siapa itu?” Moore sembarangan menjawab, “Saya adalah teman papamu, dia memberikan kunci rumah kepadaku.”

Anak kecil ini sangat gembira, tanpa curiga berkata, “Selamat datang, namaku Kay, tetapi papaku malam baru sampai ke rumah, paman apakah engkau mau bermain sebentar dengan saya?” Dia memandang dengan mata yang besar dan terang tetapi tidak melihat apapun, dengan wajah penuh harapan, di bawah tatapan memohon yang tulus, Moore lupa kepada tujuannya, langsung menyetujui.

Yang membuat dia sangat terheran-heran adalah anak yang berumur 8 tahun dan buta ini dapat bermain piano dengan lancar, lagu-lagu yang dimainkannya sangat indah dan gembira, walaupun bagi seorang anak normal harus melakukan upaya besar sampai ke tingkat seperti anak buta ini, setelah selesai bermain piano anak ini melukis sebuah lukisan yanag dapat dirasakan didalam dunia anak buta ini, seperti matahari, bunga, ayah-ibu, teman-teman, dunia anak buta ini rupanya tidak kosong, walaupun lukisannya kelihatannya sangat canggung, yang bulat dan persegi tidak dapat dibedakan, tetapi dia melukis dengan sangat serius dan tulus.

“Paman, apakah matahari seperti ini?” Moore tiba-tiba merasa sangat terharu, lalu dia melukis di telapak tangan anak ini beberapa bulatan, “Matahari bentuknya bulat dan terang, dan warnanya keemasan.”

“Paman, apa warna keemasan itu?” dia mendongakkan wajahnya yang mungil bertanya, Moore terdiam sejenak, lalu membawanya ketempat terik matahari, “Emas adalah sebuah warna yang sangat vitalitas, bisa membuat orang merasa hangat, sama seperti kita memakan roti yang bisa memberi kita kekuatan.“

Anak buta ini dengan gembira dengan tangannya meraba ke empat penjuru, “Paman, saya sudah merasakan, sangat hangat, dia pasti akan sama dengan warna senyuman paman.“ Moore dengan penuh sabar menjelaskan kepadanya berbagai warna dan bentuk barang, dia sengaja menggambarkan dengan hidup, sehingga anak yang penuh imajinatif ini mudah mengerti. Anak buta ini mendengar ceritanya dengan sangat serius, walaupun dia buta, tetapi rasa sentuh dan pendengaran anak ini lebih tajam dan kuat daripada anak normal, tanpa terasa waktu berlalu dengan cepat.

Akhirnya, Moore teringat tujuan kedatangannya, tetapi Moore tidak mungkin lagi merampok. Hanya karena kecaman dan ejekan dari masyarakat dia akan melakukan kejahatan lagi, berdiri di hadapan Kay dia merasa sangat malu, lalu dia menulis sebuah catatan untuk orang tua Kay, “Tuan dan nyonya yang terhormat, maafkan saya mencongkel pintu rumah kalian, kalian adalah orang tua yang hebat, dapat mendidik anak yang demikian baik, walaupun matanya buta, tetapi hatinya sangat terang, dia mengajarkan kepada saya banyak hal, dan membuka pintu hati saya.”

Tiga tahun kemudian, Moore menyelesaikan kuliahnya di universitas kedokteran, dan memulai karirnya sebagai seorang dokter.

Enam tahun kemudian, dia dan rekan-rekannya mengoperasi mata Kay, sehingga Kay bisa melihat keindahan dunia ini, kemudian Kay menjadi seorang pianis terkenal, yang mengadakan konser ke seluruh dunia, setiap mengadakan konser, Moore akan berusaha menghadirinya, duduk disebuah sudut yang tidak mencolok, mendengarkan music indah menyirami jiwanya yang dimainkan oleh seorang pianis yang dulunya buta.

Ketika Moore mengalami kekecewaan terhadap dunia dan kehidupannya, semangat dan kehangatan Kay kecil yang buta ini yang memberikan kehangatan dan kepercayaan diri kepadanya, Kay kecil yang tinggal didalam dunia yang gelap, sama sekali tidak pernah putus asa dan menyia-nyiakan hidupnya, dia membuat orang menyadari betapa besar vitalitas dalam hidup ini, vitalitas dan semangat ini menyentuh ke dasar hati Moore.

Cinta dan harapan akan dapat membuat seseorang kehilangan niat melakukan kejahatan, sedikit harapan mungkin bisa menyembuhkan seorang yang putus asa, atau bahkan bisa mengubah nasib kehidupan seseorang atau kehidupan banyak orang, seperti Moore yang telah membantu banyak orang.

KETIKA MENGALAMI PUTUS ASA MAKA BUKALAH PINTU HATIMU..MAKA CAHAYA HARAPAN AKAN MENYINARI HATIMU.

Source : Loverlem Blog

TAK ADA ALASAN UNTUK JATUH

Di sebuah kota kecil, di negara bagian Indiana. Terdapat satu sekolah yang bisa dibilang cukup bagus, walaupun bukan merupakan sekolah unggulan. Sekolah ini adalah sekolah khusus putra di daerah sana. Terdapat berbagai macam golongan suku dan budaya yang ada.

Brian, seorang bocah laki-laki berumur 15 tahun, sedang menjalani terapi kanker otak pada sebuah rumah sakit. Semakin hari, penyakitnya kian parah, hingga mengharuskan dia menjalani terapi kanker dengan bahan radioaktif. Akhirnya, secara berkala, rambutnya yang dahulu pirang dan tebal harus rela rontok satu demi satu, hingga pada helai rambut yang terakhir.

Ketika di sudah benar-benar botak, ia merasa minder untuk datang ke sekolah. Ada bermacam-maca ekspresi yang ada yang diperlihatkan teman-teman sekolahnya. Sebagian besar dari mereka bersimpati.

"Tak adakah yang dapat kita lakukan untuknya? Agar ia bisa ceria seperti dahulu?"

Ujar salah satu dari mereka. Tak tahan melihat keadaan Brian yang terus merasa minder. Semua nya pun hanya dapat diam. Berpikir apa dan apa. Hingga...

"Ada! Brian adalah satu-satunya murid yang berkepala botak, bagaimana kita semua ikut seperti dia? Kalau kita semua botak, maka dia bukan menjadi satu-satunya orang yang botak di sekolah ini! Dan dia tidak akan merasa terasing lagi! Ayo!"

Maka seluruh anak laki-laki di kelasnya, meminta ijin kepada ibu mereka masing-masing untuk menggunduli kepala mereka agar Brian tidak menjadi satu-satunya laki-laki yang berkepala botak.

"Brian! Tabahkan hatimu!"

Mereka berteriak berlarian ke arah Brian, semua datang dengan keadaan kepala gundul. Semuanya tertawa bahagia, datang ke arah Brian. Brian yang kala itu kaget, tak dapat mengatakan apapun.

"Kami semua mendukungmu! Jangan putus asa! Kami semua peduli padamu!"

Brian hanya dapat tersenyum dalam tangisnya.

"Terimakasih, kalian semua begitu berharga. Semoga Tuhan melindungi kalian..."

APA ARTI CINTA YANG ADA DILUBUK HATI KITA YANG TERDALAM?
ARTI CINTA YANG TIDAK SELALU MELULU TERHADAP APA YANG KITA KETAHUI. BAHKAN CINTA BISA MUNCUL JIKA PERSAHABATAN ITU TERJALIN SECARA UTUH.

Source : Hanoch McCarty / sorayasoraya.multiply.com

Monday, November 28, 2011

HADIAH CINTA


“Bisa saya melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga! Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk.

Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, “Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh.”

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, “Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?” Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, “Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia,” kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.

Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya.” Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu.”

Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah…. bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. “Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik sang ayah. “Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?”

KECANTIKAN YANG SEJATI TIDAK TERLETAK PADA PENAMPILAN TUBUH NAMUN DI DALAM HATI. HARTA KARUN YANG HAKIKI TIDAK TERLETAK PADA APA YANG BISA TERLIHAT, NAMUN PADA APA YANG TIDAK DAPAT TERLIHAT. CINTA YANG SEJATI TIDAK TERLETAK PADA APA YANG TELAH DIKERJAKAN DAN DIKETAHUI, NAMUN PADA APA YANG TELAH DIKERJAKAN NAMUN TIDAK DIKETAHUI.

Source : Spiritual Reflections

Sunday, November 27, 2011

HATI YANG KAU SAKITI



Reyta Yuki Kato, itulah nama lengkapku. Ku terus memandangi undangan pernikahan dengan background foto ku dengan calon suami ku, William. Kami telah melewati berbagai rintangan dan permasalahan. Kami juga telah mengenal satu sama lain hingga memutuskan untuk menikah. Aku terus tersenyum bahagia memandanginya. Hanya beberapa bulan lagi, kita akan bersatu.

Umur pacaran yang hampir 6 tahun, akan kami akhiri dengan kata pernikahan. Aku mendekap undangan itu dan menerawang, membayangkan kembali ketika William meminangku beberapa hari yang lalu.

Kepercayaan, cinta, itu tidak perlu dipertanyakan lagi. Terkadang rasa sakit yang ku terima dari dirinya tiba-tiba hilang tanpa bekas. Aku hari ini akan menjumpainya selepas pekerjaan fotografernya selesai. Aku bangkit, memakai kemeja di bawah pinggang dan jins. Memoles wajahku dan mengenakan kerudung yang dibelikan William untukku. Dengan sigap aku memasukkan undangan itu dan beberapa keperluanku. Mengenakan high heels yang menambah tinggiku menjadi semampai.

Aku sedikit tersentak, dan duduk di sisi kasurku yang bawah. Jantungku seperti terpacu dengan cepat. Mungkin ini ketegangan pernikahan, pikirku. Aku menuruni tangga, dengan terus memegang dadaku. Berharap jantungku kembali terpacu dengan normal.

“Kamu kenapa, Rey?” tanya Ibuku.

Aku memeluk Ibuku erat sekali, “Reyta gugup, Bu.”

Ibu melepas pelukanku dan membelai rambut ku dengan jemarinya yang telah menua, “Jangan gugup. Ini kan yang kamu tunggu-tunggu selama ini. Kamu mau menemui nak William?”

“Iya, Bu. Reyta berangkat dulu ya.” Aku mencium tangan ibuku dan segera berangkat.

Jantung ku sekarang mudah terpacu dengan cepat, mimpi-mimpi buruk juga sering menghantui ku. Tapi aku selalu menepisnya.

Handphone ku berdering, “Halo?” aku mengangkat teleponnya.

Mendengar kata-kata dari penelepon itu, aku terduduk lemas, tubuhku menegang, jantungku semakin terpacu dengan kuat, badanku terasa panas, tetapi kurasakan sesuatu yang basah menetes di pipiku. Aku menangis. Aku berlari ke dalam mobilku. Takut Ibuku akan melihat tangisku. Aku melajukan mobilku dengan cepat, sangat cepat. Hingga tak kuat berkonsentrasi. Aku menelepon William untuk bertemu di taman saja.

Tak terasa, William telah melampui kedatanganku. Dia duduk di kursi panjang putih. Aku menatapnya lekat-lekat dan duduk di sampingnya.

“Kangen ya..,” ucap William jail kepadaku.

Kangen? Memang. Karena aku telah tidak bertemu dengannya beberapa hari yang lalu.

“Siapa Leira?” tanya ku tiba-tiba.

“Leira?” William malah kembali bertanya.

“Iya, Leira Syahara. Siapa dia? Hubungannya apa denganmu?” tanya ku dengan tatapan elangku.

William menggenggam tanganku erat, dan menundukkan kepalanya, “Iya, aku ada hubungan dengannya.”

Aku tersentak, ternyata isu itu benar kenyataan, sesuatu menetes di pipiku. William menyekanya.

“Maaf. Bukan maksudku untuk berpaling darimu, Rey. Tetapi aku telah menetapkan pilihannya denganmu. Aku menikahimu,” ucap William.

“Apa? Semudah itu kah kau? Mempermainkan hatiku? Aku bukan bonekamu, William! Kamu tau?? Hatiku terasa sakit sekarang. Rasanya sesuatu menghantam hatiku. Pecah? Berkeping-keping!” ucapku seraya ingin pergi, tetapi William menahanku.

Dia bersujud di kaki dan meminta maaf. Memohon agar aku tak pergi dari sisinya.

“William, kalau aku yang terbaik buatmu. Seharusnya kamu nggak melakukan ini terhadap hubungan kita,” aku meneteskan air mataku.

“Maaf..maaf Rey. Aku..aku benar-benar khilaf. Aku salah, Rey. Tapi please... Don’t leave me,” ucapnya yang terus bersujud di kaki ku.

Aku mengangkat tubuhnya dari kakiku, dan mendudukkannya di depan ku. Aku mengambil undangan pernikahan kami, dan aku menyobeknya di depan wajahnya.

Dia mengambil serpihan undangan itu dan mendongak kepadaku, “Rey, apa maksudmu?”

“Kamu bertanya apa maksudku? Pernikahan kita BATALLLLLLLLLLLLLLL!!!!!!!!!” ucapku dengan berteriak sekencang-kencangnya.

“APA?”

“Dengar ya, William. Aku akan melepasmu. Silahkan dengan wanita itu!,” aku berbalik dan ingin pergi.

Tapi tangan William menahanku, “Jangan pergi...”

Aku berbalik, “William, kamu tau? Mungkin aku tidak bisa apa-apa jika tanpamu. Tapi sakit yang kamu berikan melampaui batas. Aku tak pernah sekali pun berpaling darimu. Aku menjaga cintamu. Selalu dan selalu. Tapi apa balasan darimu? ha??? apa balasan darimuuuu??? Air susu dibalas dengan air tuba!!!”

“Rey, kasih aku kesempatan. Akan aku perbaiki semuanya..pasti akan kuperbaiki..please Rey.”

“Perbaiki? Telat..William. Kamu tau? Kamu tidak akan pernah melihatku lagi!!”

Jdeerrr!!! Petir tiba-tiba muncul dengan suaranya yang maha dahsyat. Apakah perkataan itu akan benar-benar terjadi.

“Kamu ngomong apa, Rey? Jangan pernah berkata seperti itu,” ucap William.

Aku berlari menghindarinya. Berlari sekuat tenaga. William berlari di belakangku. Aku menaiki mobilku dan melajukannya dengan kilat. Secepat kilat.

Aku sulit berkonsentrasi, hingga mobilku menabrak sebuah truk yang melintas di depanku. Aku terasa terkoyak. Jantungku semakin melemah, dan darah segar mengalir di wajahku. Aku merasakan seseorang membopongku. Aku merasakan kehangatannya. Dia membelai wajahku. Menghapus darah yang mengalir di wajahku.

“William...,” desahku dengan lemah.

“Reyta, kamu harus kuat.. Kamu harus kuat.. Aku mencintaimu..aku mencintaimu Rey” ucap William sambil menangis

Sesuatu yang hangat menyentuh keningku, dan kecupan manis di bibirku.

"William... Kamu mencuri satu kecupan dariku.”

“Rey, jangan bicara. Please... Kamu harus bertahan..kamu harus bertahan..” William menangis lagi

William menggenggam tanganku sangat erat. Hingga kurasakan tangannya meremukkan tulangku. Aku tak bisa merasakan kakiku lagi, tiba-tiba semua terasa gelap. Kehangatan William tak lagi kurasa. Hanya gelap dan dingin. Tiba-tiba Kakekku yang telah tiada, membawakan ku sebuah kerudung putih yang bersinar. Aku mengenakannya. Aku digandeng kakekku. Aku merasa hangat dan bersinar.

Iya, aku yakin. Aku telah tiada.

Reyta Yuki Kato, batu nisan terpampang di kuburannya. William menangis di samping batu nisan Reyta, hingga memeluknya.

“Rey, kenapa kamu tinggallin aku,” William menangis.

“Nak William. Ikhlaskan Reyta pergi. Ayo pulang,” ajak Ibu Reyta.

“Nggak, Tante. William masih mau di sini. Reyta nggak mungkin pergi. Reyta pasti akan bangun.”

Ibu Reyta akhirnya meninggalkan William seorang diri.

HMM..JANGAN PERNAH MENYIAKAN CINTA YANG TELAH KALIAN GENGGAM SELAMA ORANG ITU MASIH HIDUP.

Source : Kumpulan story Stefyuk






MARAH DI PESAWAT


Seorang ibu marah luar biasa kepada seorang pramugari karena ia menumpahkan minuman dan mengenai bajunya. Pramugari yang lain meminta maaf tetapi ia tetap saja marah dan berkata : “You don’t follow mix!!! Your children fruit stuprid doesn’t play!!!” Pramugari itu kaget luar biasa karena ia tidak mengerti bahasa inggris ibu yang kacau balau itu.

Maksud ibu itu sebenarnya adalah : Jangan ikut campur!!! anak buahmu bodohnya bukan main!!!

SAHABAT..IT'S FUNNY DOESN'T PLAY KAN CERITAKU INI? :)

Source : Kata Kata Lucu

LOGAT BETAWI


Agus dari satu desa di Yogyakarta..sudah dua tahun dia merantau dan akhirnya berhasil menjadi seorang aktor. Ketika pulang, sang ayah yang sudah tak sabar menyambut kedatangannya bertanya, “Bagaimana kamu di Jakarta nak?”


Agus menjawab, “Senang Beh!”
...
“Kamu kerja apa di Jakarta?” tanya ayah

“Banyak beh….yaah, jadi guru agama, pembina iman.Yaahh pokoknye banyak deh Beh!” begitu jawab Agus dengan logat betawi.

“Kalo begitu, nanti malam sebelum makan kamu pimpin doa ya!” pinta sang ayah

Pada saat makan malam, Agus pun berdoa, begini doanya:

” Babe gue yang ade di surge, surge lu punye, bumi lu punye.Punye gue semua dari lu.Gue gak punye ape-ape.Tapi nggak apalah, amin ye!”

Source : Cerita Humor / Kata Kata Lucu

Friday, November 25, 2011

KASIH TANPA BATAS SEORANG IBU

12 Mei 2009 Wen Chuan, salah satu daerah yang paling parah terkena gempa. Sukarelawan yang bertugas saat itu menemukan pemandangan yang memilukan

"Lihat itu, ada seorang wanita di sana "

Dari balik reruntuhan tampak jenazah seorang wanita, dan ada sesuatu di bawahnya, seorang bayi.

Ibu itu tampak berlutut dengan sikap sempurnanya kepada Tuhan memohon dengan sisa2 tenaganya yang terakhir untuk diberi kekuatan melindungi bayinya. Tubuhnya tampak seperti berdoa dengan sangat khusuk. Sang anak tidak terluka sama sekali

Di bawah selimut bayi itu, para sukarelawan menemukan ponsel dengan sebuah tulisan di layarnya. "Anakku tersayang, bila kau hidup, ingatlah ini, mama akan selalu mencintaimu"

SANG BAYI KEHILANGAN IBUNYA, TAPI DENGAN SELURUH HIDUPNYA, DIA AKAN INGAT BAGAIMANA CINTA SEORANG IBU ADALAH CINTA TERHEBAT DI DUNIA.
 

Source : kaskus.us/showtread

Thursday, November 24, 2011

BERJUANG SAMPAI AKHIR

15 Mei 2008. Che Jian, seorang pengemudi truk ditemukan tertimbun selama 73 jam tanpa makanan dan minuman. Che Jian berusia 28 tahun. Tubuhnya tertimbun di tengah reruntuhan tanpa menyisakan sedikitpun ruang untuk bergerak

Seorang tim SAR menemukannya dan berusaha menjaganya tetap sadar dengan mengajaknya berbincang :

Tim SAR : "Hei Bung bertahanlah... Kamu bisa, kamu pria yang kuat"

Che Jian : "Tenang saja. Aku kuat koq."

Che Jian masih dalam mood yang baik ketika itu

Che Jian : "Wow, setelah ini pasti aku akan memecahkan rekor bertahan di papan plastik paling lama"

Tim SAR : "Hahaha. benar sekali, kau bisa saja.." (sang penyelamat tak sampai hati untuk memberitahu diatasnya ada segunung reruntuhan)

Beberapa kali Che Jian berpikir untuk menyerah

Che Jian : Aku harus kuat, Istriku hamil.. Aku tidak mau anakku jadi yatim

Pada pukul 6.12 Am, operasi penyelamatan dimulai, gerakan2 yang timbul akibat proses itu makin menyiksa Che Jian

Tim SAR : Ayolah sedikit lagi, jangan tidur, menyanyilah

Che Jian yang merasa tidak memiliki bakat menyanyi memilih menghitung angka

Che Jian : 1,2,3,4,5,6,

Tiap kali dia menyebut angka dia merasakan sakit akibat paru2nya yang tergencet.

2 Jam kemudian, para penyelamat berhasil mengeluarkannya diiringi sorak sorai

Che Jian yang ditandu kemudian mengingat 3 hal :
"Aku terkubur selama 78 jam"
"Aku sudah menikah selama setahun"
"Istriku sedang hamil 3 bulan"

Dan kemudian hanya ada kesunyian dan isak tangis para penyelamat

80 jam dengan rasa sakit yang amat sangat, Che Jian merasa terlalu lelah. Che Jian akhirnya meninggal.

Namun perlu diingat, dia berjuang sampai akhir.

HAI SAHABAT..JANGAN MENYERAH SEKARANG..KALIAN SUDAH SAMPAI SEJAUH INI..HARUS TETAP SEMANGAT..OK? :)

Source : kaskus

Wednesday, November 23, 2011

CERITA CINTA SEORANG ANAK

Di hari terakhir sebelum hari Natal, aku bergegas pergi ke Supermarket untuk membeli beberapa hadiah lagi yang belum sempat terbeli pada waktu sebelumnya.

Ketika saya melihat kekerumunan orang disana, saya mulai mengeluh pada diri sendiri.

"Kayaknya saya akan selamanya berada disini nih dan padahal saya masih harus pergi kebeberapa tempat lagi..."

Bener-bener menyebalkan..padahal aku berharap bisa santai-santai, lalu tidur dan bangun sesudahnya...

Namun demikian, aku langkahkan juga kakiku menuju ke bagian mainan anak, dan disana aku mulai melihat-lihat harga, dan bertanya-tanya betul nggak sih anak-anak bermain dengan mainan-mainan semahal ini.

Sembari memcari-cari mainan dibagian itu, aku melihat seorang anak laki kecil sekitar 5 tahunan, merapatkan sebuah boneka kedadanya sendiri.

Dia terus menyentuh rambut boneka itu dengan.. tatapan yang sedih.

Aku jadi bertanya-tanya untuk siapakah boneka itu.

Kemudian si anak lelaki kecil itu memandang kepada seorang wanita tua yang berdiri disebelahnya: "Nek, nenek yakin kalau aku nggak punya cukup uang?"

Wanita tua itu menjawab: "Kamu kan sudah tahu bahwa kamu nggak punya cukup uang untuk membeli boneka ini, sayang."

Kemudian si nenek memintanya untuk diam disitu selama 5 menit sementara dia pergi berkeliling. Si nenek meninggalkannya dengan bergegas.

Si anak lelaki kecil tetap memegang boneka itu dalam tangannya.

Akhirnya, aku mulai berjalan menuju kearahnya dan aku menanyakannya kepada siapa boneka itu akan diberikan?

"Boneka inilah yang sangat diidamkan oleh adik perempuan saya dan dia sangat menginginkannya pada Natal sekarang ini. Dia sangat yakin bahwa saya akan membawakan boneka ini untuknya."

Aku mencoba meyakinkan bahwa kamu akan membawakan boneka itu untuk adiknya, dan kamu jangan mengkawatirkannya.

Tapi kemudian dia menjawabku dengan sangat sedih.

"Tidak.. Aku tidak mungkin membawakan boneka ini ketempat dia berada sekarang. Saya harus memberikannya kepada Ibu saya sehingga ibu dapat memberikannya ketika Ibu pergi ketempatnya."

Matanya terlihat sangat sedih.. ketika dia mengatakan kalimat itu. "Adik saya telah pergi menghadap Tuhan. Ayah berkata bahwa Ibu juga akan pergi menemui Tuhan segera, jadi saya pikir tentunya Ibu bisa membawakan boneka ini untuk diberikan kepada adik saya."

Jantungku hampir putus rasanya, mendengar penjelasan anak itu...

Betapa mata hati saya terbuka mendengar perkataan anak itu, bahwa masih ada yang namanya cinta di dunia ini yang sangat mulia dari hati seorang anak berusia 5 tahun. Karena selama ini saya merasa semua yang ada di dunia ini adalah semu termasuk rasa cinta yang saya miliki.

Anak kecil itu memandang saya dan mengatakan: "Saya sudah pesankan ke Ayah untuk mengatakan ke Ibu jangan pergi dulu. Saya bilang tolong tunggu saya sampai saya pulang dari supermarket."

Selanjutnya anak itu memperlihat selembar foto dirinya yang lucu dimana dia sedang tertawa. Dia kemudian berkata kepadaku: "Saya juga pengin Ibu membawa serta foto ini bersamanya, supaya Ibu tidak lupa denganku."

"Aku sangat mencintai Ibuku.. padahal saya berharap Ibu tidak seharusnya meninggalkanku tapi.. Ayah berkata bahwa Ibu harus pergi untuk menemani adik perempuan saya."

Kemudian.. ia memandangi boneka itu lagi dengan sedih dan mengusap rambutnya perlahan.

Aku cepat mengambil dompetku dan mengeluarkan beberapa lembar uang dan berkata kepada anak itu: "Bolehkah aku hitung uangmu, mungkin kamu punya cukup uang?"

"Baik..." katanya lirih. "Saya berharap ada cukup uangnya."

Aku sisipkan uangku kedalam uangnya tanpa sepengetahuannya dan kami mulai menghitungnya. Ternyata uangnya cukup untuk boneka itu bahkan lebih.

Anak laki itu berkata: "Terima kasih Tuhan atas pemberian uang ini."

Kemudian dia memandangku dan menambahkan: "Kemarin, sebelum tidur saya memohon kepada Tuhan agar saya memiliki cukup uang untuk membelikan boneka ini, agar supaya Ibu dapat membawakannya untuk adikku. Ternyata Tuhan mendengarkanku."

"Saya juga berharap memiliki cukup uang agar dapat membeli sekuntum mawar putih untuk Ibuku, tapi saya nggak berani meminta terlalu banyak kepada Tuhan. Tapi ternyata Tuhan memberiku uang cukup untuk membeli boneka ini dan juga mawar putih."

Aku selesaikan belanjaan saya dengan sebuah perasaan yang amat sangat berbeda dengan ketika saya memulainya. Beberapa menit kemudian, wanita tua itu telah kembali dan aku pergi dengan trolley-ku.

Aku nggak bisa menghilangkan bayangan anak laki-laki itu dari ingatanku.

Kemudian, aku ingat kepada sebuah artikel dari sebuah koran lokal 2 hari yang lalu, yang mengatakan bahwa seorang mabuk yang mengemudikan sebuah truk menabrak sebuah mobil yang sedang dikendari oleh seorang wanita muda dengan anak perempuannya yang masih kecil.

Si anak perempuan meninggal seketika, dan ibunya masih hidup tetapi dalam keadaan kritis. Keluarganya harus mengambil keputusan apakah harus mencabut kabel dari mesin yang membantunya bertahan hidup, sebab wanita muda itu sudah tidak mungkin lagi lepas dari keadaan koma.

Apakah mereka keluarga dari anak laki-laki kecil itu?

Dua hari setelah pertemuanku dengan dengan anak laki-laki itu, aku baca disurat kabar bahwa wanita muda itu telah meninggal dunia.

Aku segera bergegas dan pergi membeli seikat mawar putih dan pergi kesebuah pemakaman dimana jenazah di perlihatkan kepada para pelayat dan didoakan sebelum pemakaman.

Ternyata wanita muda itu ada disana, terbaring didalam petinya, memegang setangkai mawar putih yang indah dengan selembar foto anak lelaki itu dan boneka diletakkan diatas dadanya.

Saya meninggalkan tempat itu.. sambil menangis, dan merasakan hidup saya telah berubah untuk selama-lamanya.

Cinta.. yang dimiliki oleh bocah lelaki itu kepada Ibu dan adiknya tercinta, tetap melekat hingga hari itu, sungguh tidak terbayangkan.

Hanya dalam bilangan detik, seorang yang sedang mabuk telah mengambil semuanya itu darinya.

SEDIAKAN WAKTU UNTUK MENGHARGAI APA YANG KAMU MILIKI SAAT INI. CINTA YANG KITA MILIKI DARI DASAR HATI YANG PALING DALAM ADALAH SESUATU YANG SANGAT MAHAL HARGANYA..TIDAK DAPAT DINILAI DENGAN MATERI SEKALIPUN.

Source : menjelajahduniabaru.blogspot.com

SUKA MENGHINA

Seorang wanita sedang berjalan melewati toko yang menjual hewan peliharaan, ketika seekor kakaktua berkata, “Hei nyonya! anda jelek sekali!” wanita ini mempercepat langkahnya dan melanjutkan perjalanannya.

Saat pulang, ia kembali melewati toko hewan tadi dan kakatua sekali lagi menghinannya, “Hei nyonya! anda jelek sekali!”
Sang Nyonya merasa sangat marah sambil memasuki toko tersebut dan berniat untuk menggugat toko tersebut dan membunuh burung itu.Manajer toko meminta maaf dan meyakinkan bahwa kakatua tidak akan mengatakan penghinaan itu lagi.

Hari berikutnya, nyonya ini sengaja melewati toko hewan untuk memastikan bahwa burung itu tidak mengulangi perbuatanya.

“Hai Nyonya!”, sapa kakatua

“Ya??”

“Kau tahu, kan??”"

Source : Cerita Humor / Kata Kata Lucu

AMIN SAJA

Sebuah keluarga akan memiliki sebuah anggota baru. Biasanya ketika ada bayi yang baru lahir, kebiasaan mereka akan dilakukan untuk mengusir roh-roh jahat agar tidak menggangu si bayi. Ketika acara akan dimulai, hadirlah 7 orang yang dikenal baik oleh tuan rumah dan diminta untuk mendoakan.

Orang pertama yang ditunjuk tidak bisa berdoa, bergitupun orang kedua sampai orang keenam.ketika sampai di orang yang ketujuh….amin sajalah!?! dan acara makan pun dimulai 

Source : Kata Kata Lucu

Monday, November 21, 2011

CIUMAN TERAKHIR DARI AYAH

Rapat Direksi baru saja berakhir. Bob mulai bangkit berdiri dan menyenggol meja sehingga kopi tertumpah keatas catatan-catatannya.

Waduhhh..memalukan sekali aku ini, di usia tua kok tambah ngaco.....

Semua orang ramai tergelak tertawa, lalu sebentar kemudian, kami semua mulai menceritakan Saat-saat yang paling menyakitkan dimasa lalu dulu.

Gilirannya kini sampai pada Frank yang duduk terdiam mendengarkan kisah lain-lainnya.

Ayolah Frank, sekarang giliranmu. Cerita dong, apa saat yang paling tak enak bagimu dulu. Frank tertawa, mulailah ia berkisah masa kecilnya.

Aku besar di San Pedro. Ayahku seorang nelayan, dan ia cinta amat pada lautan. Ia punya kapalnya sendiri, meski berat sekali mencari mata pencaharian di laut. Ia kerja keras sekali dan akan tetap tinggal di laut sampai ia menangkap cukup ikan untuk memberi makan keluarga. Bukan cuma cukup buat keluarga kami sendiri, tapi juga untuk ayah dan ibunya dan saudara-saudara lainnya yang masih di rumah.

Ia menatap kami dan berkata, Ahhh, seandainya kalian sempat bertemu ayahku. Ia sosoknya besar, orangnya kuat dari menarik jala dan memerangi lautan demi mencari ikan. Asal kau dekat saja padanya, wuih, bau dia sudah mirip kayak lautan. Ia gemar memakai mantel cuaca-buruk tuanya yang terbuat dari kanvas dan pakaian kerja dengan kain penutup dadanya. Topi penahan hujannya sering ia tarik turun menutupi alisnya. Tak perduli berapapun ibuku mencucinya, tetap akan tercium bau lautan dan amisnya ikan.

Suara Frank mulai merendah sedikit.

Kalau cuaca buruk, ia akan antar aku ke sekolah. Ia punya mobil truk tua yang dipakainya dalam usaha perikanan ini. Truk itu bahkan lebih tua umurnya daripada ayahku. Bunyinya meraung dan berdentangan sepanjang perjalanan. Sejak beberapa blok jauhnya kau sudah bisa mendengarnya.

Saat ayah bawa truk menuju sekolah, aku merasa menciut ke dalam tempat duduk, berharap semoga bisa menghilang. Hampir separuh perjalanan, ayah sering mengerem mendadak dan lalu truk tua ini akan menyemburkan suatu kepulan awan asap. Ia akan selalu berhenti di depan sekali, dan kelihatannya setiap orang akan berdiri mengelilingi dan menonton. Lalu ayah akan menyandarkan diri ke depan, dan memberiku sebuah ciuman besar pada pipiku dan memujiku sebagai anak yang baik.

Aku merasa agak malu, begitu risih. Maklumlah, aku sebagai anak umur dua-belas, dan ayahku menyandarkan diri kedepan dan menciumi aku selamat tinggal!

Ia berhenti sejenak lalu meneruskan, Aku ingat hari ketika kuputuskan aku sebenarnya terlalu tua untuk suatu kecupan selamat tinggal/ Ciuman terakhir. Waktu kami sampai kesekolah dan berhenti, seperti biasanya ayah sudah tersenyum lebar. Ia mulai memiringkan badannya kearahku, tetapi aku mengangkat tangan dan berkata, Jangan, ayah. Itu pertama kali aku berkata begitu padanya, dan wajah ayah tampaknya begitu terheran.

Aku bilang, "Ayah, aku sudah terlalu tua untuk ciuman selamat tinggal."

Ayahku memandangiku untuk saat yang lama sekali, dan matanya mulai basah.

Belum pernah kulihat dia menangis sebelumnya. Ia memutar kepalanya, pandangannya menerawang menembus kaca depan. Kau benar, katanya.

Kau sudah jadi pemuda besar seorang pria. Aku tak akan menciumimu lagi.

Wajah Frank berubah jadi aneh, dan air mata mulai memenuhi kedua matanya, ketika ia melanjutkan kisahnya. Tidak lama setelah itu, ayah pergi melaut dan tidak pernah kembali lagi. Itu terjadi pada suatu hari, ketika sebagian besar armada kapal nelayan merapat dipelabuhan, tapi kapal ayah tidak.Ia punya keluarga besar yang harus diberi makan.

Kapalnya ditemukan terapung dengan jala yang separuh terangkat dan separuhnya lagi masih ada dilaut.Pastilah ayah tertimpa badai dan ia mencoba menyelamatkan jala dan semua pengapung-pengapungnya.

Aku mengawasi Frank dan melihat air mata mengalir menuruni pipinya.

Frank menyambung lagi, Kawan-kawan, kalian tak bisa bayangkan apa yang akan kukorbankan sekedar untuk mendapatkan lagi sebuah ciuman pada pipiku.untuk merasakan wajah tuanya yang kasar untuk mencium bau air laut dan samudra padanya..untuk merasakan tangan dan lengannya merangkul leherku.

Ahh, sekiranya saja aku jadi pria dewasa saat itu. Kalau aku seorang pria dewasa, aku pastilah tidak akan pernah memberi tahu ayahku bahwa aku terlalu tua tuk sebuah ciuman selamat tinggal.

SEMOGA KITA TIDAK MENJADI TERLALU TUA UNTUK MENUNJUKKAN CINTA KASIH KITA.

Source : forum.vivanews.com

Saturday, November 19, 2011

HIDUP ADALAH SUATU ANUGERAH UNTUK DINIKMATI

Seorang pria mendatangi Sang Master, “Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati.”

Sang Master tersenyum, “Oh, kamu sakit.”...
“Tidak Master, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Master meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.”

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.

Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga, bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.” demikian sang Master.

“Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup.” pria itu menolak tawaran sang guru.

“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?” “Ya, memang saya sudah bosan hidup.”

“Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.”

Giliran dia menjadi bingung. Setiap Master yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati. Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Master edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Begitu rileks, begitu santai!
Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget!

Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu. “Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Sang istripun merasa aneh sekali Selama ini, mungkin aku salah. “Maafkan aku, sayang.”

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Boss kita kok aneh ya?” Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda.
Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan.

Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Pi, maafkan kami semua. Selama ini, Papi selalu stres karena perilaku kami.”

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?

Ia mendatangi sang Guru lagi.

Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, “Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan.”

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP!

HIDUP? BUKANLAH MERUPAKAN SUATU BEBAN YANG HARUS DIPIKUL..TAPI MERUPAKAN SUATU ANUGERAH UNTUK DINIKMATI.

Source : Spiritual Reflections

Friday, November 18, 2011

TAWA DI TENGAH HUJAN

Seorang anak perempuan baru saja diajak belanja ibunya di Mall. Umurnya sekitar 6 tahun, dengan rambut merah yang indah dan wajah yang manis. Hujan sangat deras tercurah dari langit memaksa kami berteduh di bawah atap awning di dekat pintu keluar.Kami menunggu hujan reda.

Ada yang sabar ada juga yang gusar karena mereka harus buru-buru meneruskan perjalanannya. Saya selalu ...terpukau saat melihat hujan turun.

Saya selalu melihat langit yang mencurahkan air menghapus debu dan kotoran di bumi.

Hmm..ingatan saya juga kembali waktu masih anak-anak bermain hujan di luar rumah. Ingatan yang sejenak menghapus segala kekhawatiran hidup. Ditengah bermacam perasaan dari kelompok orang yang menunggu hujan reda, suara gadis kecil itu memecah keheningan yang segera menyedot perhatian dari semua orang,

“Ma, ayo kita menerobos hujan,” katanya. “Apa?” kata ibunya.

“Ayo kita menerobos hujan!” kata gadis kecil itu mengulangi permintaannya.

“Tidak sayang. Kita akan menunggu sampai hujan sedikit reda,” jawab ibunya.

Gadis kecil itu menunggu beberapa saat dan berkata lagi, “Ma, ayo kita menerobos hujan.”

“Kita bisa basah kuyup,” kata ibunya.

“Tidak, kita tidak akan basah kuyup Ma. Itu tidak seperti yang Mama katakan tadi pagi,” kata gadis kecil itu sambil menarik tangan ibunya.

“Pagi ini? Kapan Mama bilang kalau kita menerobos hujan nanti tidak akan basah?”

“Apa Mama lupa? Waktu bicara sama Ayah, Mama bilang, “Jika Tuhan menolong kita melewati masalah ini, maka Tuhan akan menolong kita melewati masalah apa pun!”

Semua orang yang yang sedang berteduh mendadak terdiam. Saat itu kami tidak mendengar suara apa pun kecuali bunyi hujan yang turun. Sunyi senyap.

Tidak ada yang beranjak dalam beberapa menit.

Si Ibu terhenyak beberapa saat mendengar perkataan anak perempuannya. Orang akan menertawakannya jika dia mendebat perkataan itu. Mungkin yang lain akan mengabaikannya. Tetapi ini adalah saat yang sangat menentukan dalam kehidupan seorang anak, dimana kepercayaan yang sudah diajarkan kepadanya diuji. Apabila kepercayaan ini terbukti, akan berbuah menjadi sebuah keyakinan hidup nantinya.

“Sayang, kamu benar sekali. Ayo kita lari menerobos hujan. Jika TUHAN menginjinkan kita basah kuyup, yang kita perlukan hanyalah mandi dan mencuci baju,” kata ibunya.

Mereka berdua lalu berlari menembus hujan. Kami semua mengamati, tersenyum dan akhirnya tertawa saat melihat mereka berlari menuju ke mobil melewati hujan dan genangan air. Mereka menutupi kepala dengan tas plastik belanjaan, tetapi tetap saja tubuh mereka basah kuyup. Tetapi di tengah suara hujan, sepanjang pelarian menuju mobilnya, kami mendengar suara teriakan dan tawa mereka seperti saat anak-anak bermain hujan.

Dan akhirnya saya pun mengikuti jejak mereka. Saya berlari menembus hujan. Yang saya butuhkan hanyalah mandi dan mencuci baju …

KEADAAN DAN LINGKUNGAN DAPAT MERAMPAS APA YANG ANDA MILIKI..MEREKA MENGAMBIL UANG ANDA DAN MEREKA MENGAMBIL KESEHATAN ANDA. TETAPI TIDAK ADA SEORANG PUN YANG DAPAT MERAMPAS KENANGAN BERHARGA ANDA. JADI JANGAN LUPA UNTUK MENCIPTAKAN WAKTU DAN MENGAMBIL KESEMPATAN MEMBUAT KENANGAN SETIAP HARI.

Source : Spiritual Reflections

Thursday, November 17, 2011

JANGAN SELALU MENUNGGU HARI SENIN



Kamu tentu masih ingat kisah gadis kembar asa...l Iran, Laden dan Laleh Binjani, yang meninggal setelah dilakukan operasi pemisahan kepala di rumah sakit Raffles, Singapura pada 8 juli 2003 silam. Operasi pemisahan ini merupakan salah satu operasi berisiko tinggi dan belum pernah dilakukan sebelumnya mengingat operasi ini baru dilakukan setelah kedua gad...is itu berumur 29 tahun. Bayangkan! Selama 29 tahun mereka harus hidup dengan ubun-ubun yang berdempetan satu sama lain atau dalam bahasa kedokterannya disebut craniopagus vertical.

Hidup berdempetan kepala tak hari menghalangi hidup. Hal yang menakjubkannya adalah mereka berdua lulus sebagai sarjana hukum. Namun, mereka mempunyai keinginan dan cita-cita yang berbeda. Laden yang bersuara lantang, menginginkan hidup terpisah dari saudari kembarnya sebagai seorang pengacara di kota kelahiran mereka, Shiraz. Sedangkan Laleh, sebelum dilakukan operasi dia mengatakan ingin menjadi seorang wartawan di Teheran. Cita-cita yang timbul dari semangat untuk menjadi lebih baik. Meski cita-cita itu harus kandas setelah operasi itu tak berhasil memisahkan keduanya secara sempurna.

Mengapa baru pada usia 29 tahun keduanya baru dioperasi? Mengapa pula mereka tetap bersikeras untuk dioperasi meski keduanya tahu bahwa operasi dempet kepala memiliki banyak dimensi mikroteknik saraf yang sangat rumit? Keduanyapun tahu resiko yang akan terjadi bila aliran darah ke otak terputus meski hanya sejenak. Namun, semangat yang besar dari keduanya untuk menjadi dirinya masing-masing secara terpisah menjadi inspirasi yang luar biasa.

Memiliki cita-cita adalah hak setiap manusia, seperti halnya hak untuk hidup. Akan tetapi hidup dengan cita-cita itu adalah pilihan. Karena hidup tanpa cita-cita tak ubahnya berlayar tanpa arah. Maka tinggal tunggu saja saat karam perahunya. Bahkan si kembar Laleh dan Laden pun memiliki hak untuk bercita-cita. Meski tak sempat menjadi nyata. Maka lihatlah kemauan keras dari kedua manusia yang ditakdirkan Yang Maha Berkehendak untuk bersahabat dengan “cacat”, namun memiliki keinginan untuk tetap survive. Bahkan mereka dapat membuktikan bahwa ketidaksempurnaan bukanlah suatu penghalang bagi seseorang untuk terus belajar dan berprestasi.

Lalu bagaimanakah dengan kita yang normal? Sudahkan kita memiliki cita-cita? Cita-cita yang tak sekedar cita-cita, tapi cita-cita yang menjadi arah hidup kita. Tak ada salahnya untuk mulai menyusunnya dari sekarang, tanpa harus menunggu momen tertentu. Momen yang kadang tidak selalu sempat kita dapati ketika kita menunggu-nunggu.

JANGAN MENUNDA UNTUK MULAI MENGUBAH HIDUP MENJADI LEBIH BAIK..ESOK..LUSA..ATAU TAHUN DEPAN. MULAILAH MENGUBAH HIDUP SEKARANG..JANGAN TUNGGU HARI SENIN.

Source : amdefi.wordpress.com



Wednesday, November 16, 2011

ANAK YANG HILANG

Seorang gadis muda tumbuh di perkebunan ceri tidak jauh dari Traverse City, Michigan. Orang tuanya sedikit kolot, cenderung bereaksi berlebihan pada cincin di hidungnya, musik yang ia dengarkan dan panjang roknya. Mereka menghukumnya beberapa kali, dan ia memendam kejengkelan dalam hati.

“Saya benci Ayah!”, teriaknya ketika ayahnya mengetuk pintu kamarnya setelah sebuah pertengkaran, dan malam itu ia menjalankan rencana yang sudah ia pikirkan puluhan kali. Ia melarikan diri.

Ia baru sekali ke Detroit sebelumnya, dalam perjalanan dengan bis bersama kelompok remaja gerejanya untuk menyaksikan permainan tim Tigers. Karena surat kabar di Traverse City sering memberitakan tentang geng, obat terlarang, dan kekerasan di pusat kota Detroit dengan sangat rinci, ia menyimpulkan pasti orang tuanya tidak akan mencarinya ke sana. California mungkin, atau Florida, tapi tidak Detroit.

Pada hari kedua ia di sana, ia bertemu seorang pria yang mengemudikan mobil paling besar yang pernah dilihatnya. Pria itu menawarkan untuk mengantarnya, membelikan makan siang, dan mengatur agar ia punya tempat tinggal. Ia memberi gadis ini beberapa pil yang membuatnya belum pernah merasa seenak ini. Ternyata selama ini ia memang benar, pikir gadis itu: orangtuanya melarangnya menikmati segala kesenangan.

Kehidupan menyenangkan berlanjut satu bulan, dua bulan, setahun. Orang bermobil besar itu, ia memanggilnya BOS, mengajarinya beberapa hal yang disukai pria. Karena ia masih di bawah umur, pria membayar mahal untuknya. Ia tinggal di apartemen mewah, dan bisa memesan layanan kamar kapan saja.

Sesekali ia teringat pada orang-orang di kampung halamannya, tapi hidup mereka sekarang tampak sangat membosankan dan kampungan sampai ia hampir tidak percaya ia tumbuh besar di sana. Ia sedikit takut ketika melihat fotonya di belakang kemasan susu dengan judul besar, “Apakah Anda pernah melihat anak ini?”.

Tapi sekarang rambutnya sudah pirang, dan dengan semua riasan wajah dan perhiasan yang ia kenakan, tidak akan ada yang menyangka ia masih anak-anak. Lagipula, kebanyakan temannya adalah remaja yang melarikan diri, dan tidak ada yang berkhianat di Detroit. Setelah setahun, tanda-tanda samar penyakit mulai muncul, dan ia terkejut melihat betapa cepat bosnya menjadi kejam.

“Jaman sekarang kita tidak bisa main-main,” geramnya, dan tiba-tiba saja, ia sudah berada di jalanan tanpa uang di kantungnya. Ia masih melakukan "pekerjaannya" beberapa kali semalam, tapi bayaran mereka kecil, dan semua uang itu habis untuk membiayai kecanduannya. Ketika musim dingin tiba, ia menemukan dirinya tidur di pagar logam di depan pusat pertokoan. "Tidur" adalah kata yang salah, gadis remaja ditengah kota Detroit malam hari tidak pernah bisa mengendorkan kewaspadaannya. Lingkar hitam mengelilingi matanya. Batuknya bertambah parah.

Suatu malam ia berbaring tanpa bisa tidur, sambil mendengarkan langkah kaki, tiba-tiaba seluruh kehidupannya tampak berbeda. Ia tidak lagi merasa menjadi wanita hebat. Ia merasa seperti anak kecil, tersesat di kota yang dingin dan menakutkan. Ia mulai menggigil. Kantungnya kosong dan ia lapar. Ia juga perlu obat terlarang. Ia melipat kakinya, dan gemetar di bawah lembaran surat kabar yang ditumpuk di atas mantelnya.

Sesuatu muncul begitu saja di pikirannya, dan satu gambaran terbayang di matanya: bulan Mei di Traverse City, ketika jutaan pohon ceri berbuah bersamaan, ia berlarian bersama anjing golden retriever miliknya. Mengejar bola tenis di antara barisan pohon berbunga. Tuhan, mengapa aku pergi, katanya dalam hati, dan rasa perih menghunjam jantungnya. Anjingku saja di rumah makan lebih enak daripada aku sekarang.

Ia menangis, dan dalam sekejap ia tahu tidak ada yang lebih ia inginkan di dunia kecuali pulang. Tiga sambungan telepon, tiga kali dijawab mesin panjawab. Ia menutup telepon tanpa meninggalkan pesan dua kali pertama, tapi ketiga kalinya ia berkata,

“Ayah, Ibu, ini aku. Aku berpikir mungkin aku akan pulang. Aku akan naik bis ke sana, dan aku akan sampai sekitar tengah malam besok. Kalau Ayah dan Ibu tidak datang, yah, mungkin aku akan terus naik bis sampai ke Kanada”.

Dibutuhkan waktu sekitar tujuh jam dengan bis dari Detroit ke Traverse City, dan sepanjang jalan ia menyadari cacat-cacat dalam rencananya. Bagaimana kalau orangtuanya sedang keluar kota dan melewatkan pesan itu? Bukankah seharusnya ia menunggu satu dua hari sampai bisa berbicara langsung dengan mereka? Dan kalaupun mereka ada di rumah, mungkin mereka sudah lama menganggapnya mati. Seharusnya ia memberi waktu agar mereka bisa mengatasi rasa kagetnya. Pikirannya bolak-balik antara rasa khawatir dan kata-kata yang disusun untuk menyapa ayahnya.

“Ayah, aku minta maaf. Aku tahu aku salah. Bukan salah Ayah, semuanya salahku. Ayah, bisakah Ayah memaafkan aku?”

Ia mengucapkan pikiran itu berulang-ulang dalam hati, kerongkongannya tercekat bahkan ketika melatihnya. Sudah bertahun-tahun ia tidak minta maaf pada siapapun. Bis melaju dengan lampu menyala sejak Bay City. Butiran kecil salju yang berjatuhan di trotoar terlindas ribuan ban, dan aspal beruap. Ia lupa segelap apa malam hari disini. Seekor rusa berlari menyeberang jalan dan bis menghindarinya. Sesekali, ada billboard. Tanda yang menunjukkan jaraknya ke Traverse City. Ya, Tuhan. Ketika bis akhirnya berbelok ke stasiun, rem udaranya mendesis memprotes, pengemudi mengumumkan dengan suara serak lewat mikrofon.

“Lima belas menit, saudara-saudara. Kita hanya berhenti selama itu di sini.”

Lima belas menit untuk memutuskan hidupnya. Ia memeriksa dirinya di cermin lipat, merapikan rambutnya, dan menjilat lipstik dari giginya. Ia melihat noda tembakau di ujung-ujung jarinya dan berpikir apakah orangtuanya akan melihatnya. Kalau mereka datang. Ia berjalan ke dalam terminal. Tidak tahu harus mengharapkan apa. Tidak satu pun dari adegan yang ia siapakan di pikirannya bisa mempersiapkannya untuk apa yang dilihatnya. Di sana, di atas kursi-kursi plastik terminal bis Traverse City, Michigan, berdiri sekitar empat puluh saudara, paman, bibi, sepupu, nenek, nenek buyut. Mereka semua memakai topi kertas pesta dan gulungan kertas yang bisa ditiup, dan di dinding terminal ditempel spanduk yang dibuat dengan komputer bertuliskan, “Selamat pulang kembali!”

Di tengah kerumunan penyambut, muncul ayahnya. Ia memandang dengan mata perih dengan air mata sepanas air raksa, dan memulai sapaan yang sudah dihafalkan, “Ayaaah, aku minta maaf. Aku tahu....”

Ayahnya memotong. “Sst, Nak. Kita tidak punya waktu untuk itu. Tidak punya waktu untuk permintaan maaf. Kau akan terlambat ke pesta. Sebuah jamuan menunggumu di rumah.”

DIMANA TEMPAT TERBAIK KITA? DIMANAPUN KITA BERADA..MAKA DISITULAH TEMPAT TERBAIK KITA.
 

DIMANA LETAK BAHAGIA ANDA? "TEMPAT UNTUK BERBAHAGIA ITU ADA DISINI. WAKTU UNTUK BERBAHAGIA ITU KINI. CARA UNTUK BERBAHAGIA IALAH DENGAN MEMBUAT ORANG LAIN BAHAGIA" — ROBERT G. INGERSOLL

Source : Rumah Renungan / Anne Ahira

Sunday, November 13, 2011

TETAPLAH TENANG SEPERTI DAUN POHON POPLAR

Tetangga yang tinggal di sebelah rumah saya adalah seorang tua. Kakek ini telah mengalami pengalaman hidup yang susah, berbagai pengalaman pahit telah dilalui, pada masa mudanya karena perang hampir kehilangan seluruh anggota keluarganya, dia juga kehilangan sebelah kakinya pada masa perang.

Pada masa ‘revolusi kebudayaan’ istrinya karena tidak tahan siksaan yang tak berujung, akhirnya pergi meninggalkanya. Tidak berapa lama kemudian putra tunggalnya meninggal dalam kecelakaan lalu lintas.

Tetapi di dalam ingatan saya, kakek ini selalu tenang dan hidup dengan semangat. Pada suatu hari saya tidak dapat menahan rasa heran saya bertanya kepadanya,“

Kakek engkau menderita begitu banyak kesengsaraan dan kemalangan, tapi mengapa anda terlihat tetap tenang?"

Kakek ini tanpa menjawab memandang saya dalam waktu yang lama, kemudian mengambil selembar daun menunjukkan kepada saya sambil berkata, “coba anda lihat, ini seperti apa?”

Ini adalah selembar daun yang sudah kuning dan warnanya transparan, sekarang sedang musim gugur, saya pikir ini adalah selembar daun pohon poplar, lalu bentuknya seperti apa?.

“Apakah engkau dapat katakan dia tidak mirip dengan sebuah hati? Atau memang sebuah hati.”

Benar, memang sama seperti sebuah hati, hati saya seketika tergetar .

“Coba perhatikan dengan seksama apa yang ada diatasnya?”

Kakek ini membawa daun ini lebih dekat kearah saya. Saya melihat dengan jelas, diatas daun ini terdapat banyak sekali lubang yang besar dan kecil, seperti bintang-bintang yang bertaburan dilangit.

Kakek mengambil kembali daun ini dan diletakkan di atas telapak tangan saya, dengan suara berat dan tenang berkata, “Dia lahir di musim semi, tumbuh di bawah sinar matahari, melalui musim dingin dan terpaan salju, melewati seluruh hidupnya. Dalam kurun waktu tersebut, digigit oleh ulat sampai berlubang-lubang, tetapi dia tidak gugur, alasan dia dapat hidup adalah karena kecintaannya pada sinar matahari, tanah, air hujan, dan mencintai kehidupannya sendiri, sedangkan penderitaan adalah bagian dari hidupnya yang harus dia jalani."


Sampai sekarang saya masih menyimpan daun tersebut, setiap kali di dalam hidup saya menghadapi rintangan dan pengalaman yang pahit, saya selalu belajar dari sana meresapi nya dan menghadapi dengan ketenangan dan kekuatan, sehingga bagaimanapun kesulitan tersebut, saya selalu dapat melaluinya dengan perasaan tenang dan dengan semangat optimisme.

Terakhir kakek meletakkan daun tersebut dimeja tulis saya, dan berkata, “Jawabannya terserah kepada anda,  ini benar-benar sebuah sejarah dan juga filsafat dalam hidup ini.”

Di dalam kehidupan manusia pasti ada masalah yang akan dihadapi, namun yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana sikap kita menghadapi masalah itu. Ada berbagai macam sikap orang ketika dia memiliki masalah : ada yang marah-marah, ada yang merajuk dan mengurung diri di kamar, ada yang menceritakan masalahnya pada orang lain, ada yang menutup dirinya pada semua orang dan ada orang langsung berdoa masuk kamar dan menceritakan masalahnya kepada Tuhan.

SAAT INI APA MASALAH KITA? PEKERJAANKAH? KESEHATANKAH? ATAU APAPUN MASALAH KITA..TETAPLAH TENANG..MASUK KAMAR BERDOA DAN CERITAKANLAH MASALAH KITA KEPADA TUHAN..MAKA KITA AKAN DIBERIKAN KEKUATAN.

Source : erabaru / rumah renungan

Friday, November 11, 2011

KITA JUGA AKAN MENJADI TUA

Seorang ayah tua yang buta duduk berdampingan dengan putranya yang sedang membaca surat kabar, di bawah pohon rindang, menikmati kebahagiaan keluarga dengan bermandikan kehangatan sinar mentari sore, sungguh sebuah pemandangan yang indah.

Sang ayah mendengar ada kicauan burung, beruntun telah bertanya 4 kali kepada sang putra, “Suara apa itu?”

Sang putra kelihatan tidak sabaran menjawab, “Itu burung gereja..!!” Untuk ke-4 kalinya, ia sudah tak tertahankan dan marah-marah.

Ayahnya tak menjawab apa-apa hanya berjalan masuk ke rumah. Tak lama kemudian ia berjalan keluar menghampiri putranya, sambil menyerahkan buku harian yg ditulisnya waktu masih muda.Ia meminta anaknya membacakannya :

“Beberapa hari yang lalu, putra kecilku berjalan-jalan di kebun bersamaku, dia beruntun bertanya 21 kali ‘itu apa’, saya menjawabnya 21 kali ‘burung gereja’, setiap kali kupeluk anak kecil yang masih polos itu, dengan penuh kasih sayang memberi jawaban kepadanya...”

Sang putra membaca sampai di situ tiba-tiba merasa sangat menyesal, tak tertahankan dipeluknya erat-erat sang ayah sambil berkata, “Maafkan aku ayah! Maafkan aku ayah!”

Bila kita dapat membuat diri sendiri waspada, banyak memikirkan orang lain, memiliki saling pengertian, perhatian dan maaf, memperhatikan situasi pada saat kita berbicara dan nada bicara kita, selalu ingat agar bertindak perlahan-lahan (lemah lembut ) dan tidak terburu-buru menyalahkan..dapat diyakini bahwa setiap langkah di esok hari akan menjadi lebih baik.

IYA..BERSABARLAH KEPADA ORANG TUA KITA..KARENA KITA JUGA AKAN MENJADI TUA :)

Source : The Epoch Times

EMPAT MUSIM DARI POHON PIR

Ada seorang pria yang memiliki empat putra. Dia ingin anak-anaknya untuk belajar tidak menghakimi hal-hal terlalu cepat. Maka ia mengutus mereka masing-masing bergiliran untuk pergi dan melihat sebuah pohon pir yang besar.

Anak pertama pergi pada saat musim dingin, yang kedua pada saat musim semi, yang ketiga pada musim panas, dan putra bungsu pada musim gugur.

Ketika mereka semua pergi dan kembali, dia pun memanggil mereka bersama-sama untuk menggambarkan apa yang mereka lihat.

Anak pertama mengatakan bahwa pohon itu jelek, bengkok, dan melilit. Berbeda dengan kakaknya, putra kedua mengatakan bahwa pohon itu ditutupi dengan tunas hijau dan menjanjikan.

Lain lagi pendapat anak ketiga. Ia mengatakan pohon pir itu sarat dengan bunga yang berbau begitu manis dan tampak sangat indah. Anak terakhir tidak setuju dengan mereka semua, ia mengatakan pohon tersebut sudah matang, penuh buah, dan penuh kehidupan.

Pria itu kemudian menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa tidak ada satupun dari pendapat mereka yang salah, karena mereka telah melihat kehidupan pohon pada musim-musim yang berbeda.

Dia kemudian melanjutkan kata-katanya, “Kalian tidak bisa menilai pohon dari hanya satu musim, begitupun dengan kehidupan. Kalian tidak bisa mengatakan bahwa hidup ini begitu menyedihkan, atau begitu berat, karena pasti di suatu waktu kalian pasti merasakan kebahagiaan dan kegembiraan.”

Jika Anda menyerah saat musim dingin, Anda akan kehilangan janji musim semi Anda, keindahan musim panas Anda, dan pemenuhan pada musim gugur Anda.

JANGAN BIARKAN RASA SAKIT DARI SATU MUSIM MENGHANCURKAN SUKACITA SEMUA SISANYA.

Source : skywriting/bm/(jawaban.com)

Wednesday, November 9, 2011

TIDAK ADA YANG SEMPURNA

Kisah seorang istri dari pasangan muda yang baru hidup bersama 1 tahun. Suatu malam, ketika sang suami sudah tertidur lelap disampingnya, sang istri masih terjaga.

Ditatapnya wajah suaminya, dan sang istri hanya bisa menggerutu dalam hati, melihat sosok si suami yang sebenarnya jauh dari idaman. Apalagi ketika sang suami mulai mendengkur cukup keras. Akhirnya dia menutup wajah dengan bantal dan mencoba tidur dengan segala kegalauan hati.

Namun belum lama terlelap dengan nyenyak, sang istri harus terbangun, karena kaki sang suami menyenggol kakinya. Memang seringkali sang suami banyak gerak tidurnya, dan ini yang kesekiankalinya terjadi kejadian yang sama.

Sang istri pun kaget, dan tanpa sadar untuk pertama kalinya agak membentak pada sang suami. Sang suami pun terbangun dan langsung meminta maaf.

Dengan sabarnya membujuk Sang istri untuk tenang. Setelah beberapa saat, akhirnya sang istri mulai mereda emosinya, kemudian dia bertanya untuk sebuah pertanyaan yang akhir-akhir ini mengganjal dalam fikirnya, “MENGAPA KAU MENIKAHIKU, MAS?”

Sang suamipun menghela nafas, tersenyum dan menjawab,

“Sebetulnya, memang kamu bukan wanita tipe idamanku, sayang. Tapi dari sekian waktu yang telah kita lewati bersama dulu, aku telah memilih untuk menjadikanmu pasangan hidup. Yang akan selalu kuperhatikan, kusayangi , dan kucintai untuk selamanya. Aku sadar, kalau aku selalu mencari sosok idaman, mungkin akan kudapatkan, tapi mungkin juga aku hanya akan selalu mencari dan mencarinya hingga Tuhan memanggilku, karena bisa jadi aku takkan pernah punya kesempatan bertemu dengan sosok idamanku itu atau malah dia akan menghindar untuk mencari idamannya juga. Jadi, kapan waktuku untuk membina keluarga?? Untuk menyayangi dan disayangi seseorang?”

Terhenyak sang istri mendengarnya, suatu penjelasan yang sederhana dan jauh dari egois. Sang istri tiba-tiba merasa sangat bersyukur telah “diberi kesempatan” untuk berkeluarga dan rasa cinta pada sang suami yang sempat ia pertanyakan sendiri, tiba-tiba tumbuh begitu dahsyat disertai sebuah kekaguman yang luar biasa. hingga air mata haru pun tak terasa menetes.

Mulai saat itu, tak pernah lagi sang istri mengingat-ingat sosok idamannya, sosok itu telah dia kubur dalam-dalam, dan dia mulai dapat menerima suaminya dengan segala kekurangan yang ada dan rasa syukur pun menjadi pengingat senyumnya di setiap waktu.

“PASANGAN HIDUP KITA ADALAH YANG TERBAIK. TAK PERLU MENGHABISKAN WAKTU DAN ENERGI UNTUK SELALU MEMIKIRKAN KEKURANGANNYA. KARENA TIDAK AKAN PERNAH KAU DAPATKAN PASANGAN SEMPURNA SESUAI DENGAN KEINGINANMU. BILA INGIN SUATU CINTA LEBIH INDAH..BAHAGIA DAN ABADI. BERIKAN HATIMU UNTUK MENGISI YANG KURANG DAN MENGURANGI YANG BERLEBIHAN ATAS APA YANG ADA PADA DIRI KALIAN BERDUA.."

Source : Rumah Renungan

Tuesday, November 8, 2011

KINI SAYA TELAH DEWASA..HARUS SELALU MENGAMPUNI

Ayah saya seorang pengacara. Ia paham betul akan hukum-hukum internasional. Klien ayah semuanya perusahaan besar, maka penghasilan tiap bulan juga sangat besar. Tetapi acapkali dia mengabdi secara sukarela kepada kelompok lemah, menyediakan jasanya tanpa memungut biaya.

Minimal sehari dalam seminggu, dia pergi ke tempat pendidikan pelatihan bagi anak-anak muda yang menjalani hukuman. Setiap kali ada pengumuman penerimaan murid SMU, dia akan mencari apakah nama anak-anak yang menjalani hukuman itu juga tercantum di sana.

Saya anak tunggal. Sudah tentu segala kasih sayang orang tua semuanya jatuh pada saya, tetapi ayah tidak memanjakan saya. Namun demikian yang ayah berikan kepada saya sungguh sangat banyak.

Setiap malam, ayah selalu menyelesaikan sebagian tugasnya di meja kerjanya. Ketika masih kecil, saya sering menggunakan kesempatan masuk ke ruang kerja ayah untuk bermain. Kadang kala ayah juga bisa menjelaskan kepada saya untuk menangani berbagai kasus.

Jalan pemikiran ayah selamanya sesuai dengan logika yang ada, sehingga saya sejak kecil sudah bisa menggunakan cara berpikir seperti ayah. Tak heran acapkali ketika saya berbicara di berbagai forum sekolah, pemikiran saya selalu jernih, sehingga banyak guru sekolah berteman akrab dengan saya.

Kini, saya telah menjadi mahasiswa. Sebulan sekali baru bisa melewatkan akhir pekan dengan orang tua. Beberapa hari lalu, saat liburan musim semi, ayah mengajak saya berlibur ke sebuah vila di tepi pantai.

Saat sore, Ayah mengajak saya berjalan-jalan di pinggir pantai. Ayah duduk beristirahat di pinggir sebuah tebing sambil memandangi cakrawala sore yang indah.

Mendadak ayah membicarakan seorang terpidana yang baru-baru ini dieksekusi. Ayah berkata dia sangat menentang hukuman mati. Walaupun terpidana mati itu sebelumnya pernah melakukan perbuatan jahat, tetapi ada sebagian orang bisa berubah menjadi baik. Orang yang dihukum tembak bisa jadi seorang yang baik. Sedangkan orang yang kelihatan baik dan hidup bebas diluar penjara banyak yang jahat.

Ketika saya membicarakan masalah opini publik, ayah tidak berdebat dengan saya, dia hanya berkata masyarakat harus membicarakan opini publik tetapi masyarakat harus lebih mementingkan pengampunan. Dia berkata, “Kita semua orang juga berharap mungkin bisa mendapatkan pengampunan dari orang lain.”

Saya teringat bahwa ayah pernah menjadi seorang hakim, secara spontan saya lalu bertanya apakah ayah pernah menvonis hukuman mati.

Ayah berkata, “Ayah pernah sekali memvonis orang dengan hukuman mati. Dia masih muda dan tidak berpendidikan. Ketika dia pergi ke ibukota untuk mencari kerja, KTP-nya ditahan oleh majikan perempuan. Sebenarnya tindakan menahan KTP ini menyalahi hukum. Anak muda tersebut lalu dipekerjakan bagaikan budak oleh majikan perempuan itu. Sehingga suatu hari dia menjadi sangat marah, memukul majikan perempuan itu hingga meninggal.”

“Saat itu ayah menjadi hakim utama yang menjatuhkan hukuman mati kepada si anak muda. Setelah peristiwa itu, selama di penjara, terpidana tersebut sangat rajin berdoa, dilihat dari berbagai indikasi ia sudah menjadi seorang yang baik. Oleh karena itu ayah pergi ke berbagai instansi untuk mengajukan permohonan pengampunan khusus, agar dia tidak dihukum mati, tetapi usaha ayah tidak berhasil.”

“Setelah divonis hukuman mati, isteri-nya melahirkan seorang putra yang sangat lucu. Ketika ayah pergi ke penjara untuk menjenguk si terpidana, ia sedang memandangi foto bayinya. Melihat foto itu, ayah menjadi sangat sedih akan nasibnya yang akan menjadi seorang anak yatim. Ayah sangat menyesali hukuman mati yang pernah ayah jatuhkan kepada dirinya.”

“Sebelum dia dieksekusi, Ayah menerima sepucuk surat.”

Ayah mengeluarkan sepucuk surat yang kertasnya sudah menguning dari dalam sakunya, dia menyodorkan surat kepada saya tanpa berkata apapun.

Bunyi surat itu :

Kepada Bapak Hakim yang terhormat :

Terima kasih Anda yang telah melakukan berbagai usaha bagi kebebasan saya, tapi nampaknya ajal saya sudah tiba. Bagaimanapun dalam hati saya akan selamanya berterima kasih kepada Anda. Ada sebuah permintaan, mohon Anda bisa mengabulkannya. Mohon berikan perhatian kepada putra saya, agar dia kelak bisa melepaskan diri dari lingkungan kemiskinan dan ketidaktahuan, agar dia kelak bisa menerima pendidikan tinggi. Sekali lagi saya mohon bantuan Anda untuk membantu putra saya agar dia bisa menjadi seorang anak yang terpelajar.Jangan membiarkan anak ini seperti saya, dengan ceroboh menjalani kehidupan ini.

Hormat saya,

Setelah membaca surat itu, saya merasa penasaran atas kelanjutan nasib anak tersebut, “Ayah, bagaimana Anda memberikan perhatian kepada anak tersebut?”

Ayah menjawab, “Ayah mengangkatnya sebagai anak.”

Sekejab itu dunia bagaikan berubah semuanya. Orang yang di depan saya ini bukan ayah kandung saya. Dia pembunuh ayah kandung saya, anak harus membalaskan dendam ayah, pembunuh harus mati!

Saya berdiri mendekati ayah, asalkan saya mendorongnya dengan ringan saja, ayah pasti akan jatuh ke jurang. Tetapi bukankah ayah kandung saya telah mengampuni orang yang menjatuhkan hukuman mati kepada dirinya? Yang duduk di depan saya ini seorang yang baik. Masalah dia telah menjatuhkan hukuman mati, sudah menjadi ganjalan dalam hatinya sejak awal.

Jika ayah kandung saya hadir di sini, dia akan berharap saya bisa melakukan apa untuk menyelesaikan masalah ini?

Saya bersimpuh di hadapan Ayah, dengan suara lembut berkata, “Ayah, hari sudah petang, mari kita pulang! Ibu sedang menunggu kita di rumah.”

Ayah berdiri dari duduknya, saya melihat air mata berada di sudut matanya, “Terima kasih Nak. Ayah tidak menyangka begitu cepat dirimu memaafkan ayah.”

Saya juga menemukan bahwa pandangan mata saya menjadi kabur karena genangan air mata, tetapi ucapan kata-kata saya masih jelas sekali, “Ayah, saya adalah anakmu, terima kasih Ayah telah membesarkan saya hingga dewasa.”

Saya bangga sekali terhadap ayah kandung saya yang telah tiada, kelapangan dadanya telah memberikan pengampunan kepada orang yang menjatuhkan hukuman mati kepada dirinya. Saya juga bangga dengan ayah saya sekarang ini, dia selalu merasakan hati nuraninya tidak tenang karena telah memberikan hukuman mati kepada orang lain, tetapi dia sudah menunaikan tanggung jawabnya, membesarkan diri saya menjadi dewasa. Dia bahkan siap mati jika saya menghendaki nyawanya.

Sedangkan saya sendiri? Saya merasakan diri saya menjadi tinggi besar dan kuat. Hanya orang yang memiliki kebaikan hati yang bisa memberikan pengampunan kepada orang lain, baru bisa menikmati ketenangan hati setelah memberi pengampunan kepada orang lain. Bagi orang yang dalam hati penuh dengan dendam dan pikiran yang jahat tidak akan mengerti perasaan yang demikian.

Ayah kandung yang tercinta, kiranya Ayah bisa beristirahat di dalam alam baka. Anak kandungmu kini sudah dewasa, apa yang saya lakukan hari ini tentunya adalah hal yang Ayah restui dan menenangkan hati Ayah.

FORGIVENESS ISN'T SOMETHING WE DO FOR OTHERS. WE DO IT SO WE CAN GET WELL AND MOVE ON :)

Source : Jia Tong/The Epoch Times/lin

Monday, November 7, 2011

AKU DITILANG DAN POLISI ITU TEMANKU

Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau. Jono segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat. Apalagi ia tahu perempatan di situ cukup padat, sehingga lampu merah biasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang.

Lampu berganti kuning. Hati Jono berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala. Jono bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja. “Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak,” pikirnya sambil terus melaju.

Prittttt!

Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Jono menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing.

Hey, itu khan Bobi, teman mainnya semasa SMA dulu. Hati Jono agak lega. Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.

“Hai, Bob. Senang sekali ketemu kamu lagi!”

“Hai, Jon.” Tanpa senyum.

“Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru.Istri saya sedang menunggu di rumah..”

“Oh ya?”

Tampaknya Bobi agak ragu. Nah, bagus kalau begitu.

“Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong.”

“Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini.”

Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jono harus ganti strategi.

“Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah.. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala.” Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.

“Ayo dong Jon. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu.”

Dengan ketus Jono menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya. Sementara Bobi menulis sesuatu di buku tilangnya. Beberapa saat kemudian Bobi mengetuk kaca jendela. Jono memandangi wajah Bobi dengan penuh kecewa. Dibukanya kaca jendela itu sedikit. Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat tilang. Tanpa berkata-kata Bobi kembali ke posnya.. Jono mengambil surat tilang yang diselipkan Bobi di sela-sela kaca jendela. Tapi, hei apa ini. Ternyata SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota.

Kenapa ia tidak menilangku? Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Jono membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Bobi.

Halo Jono,

Tahukah kamu Jon, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan.

Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi.Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Maafkan aku Jon. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah.

Salam.. Bobi.

Jono terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bobi. Namun, Bobi sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak menentu sambil berharap kesalahannya dimaafkan …

TAK SELAMANYA PENGERTIAN KITA HARUS SAMA DENGAN PENGERTIAN ORANG LAIN. BISA JADI SUKA KITA TAK LEBIH DARI DUKA REKAN KITA. HIDUP INI SANGAT BERHARGA..JALANILAH DENGAN PENUH HATI-HATI.

Source : dragus.cn

LILIN HATI

Roy adalah seorang pedagang kulit bulu, umurnya telah melewati setengah baya, masalah bisnisnya tidak sesuai dengan harapan. Berkali-kali ia mengalami kegagalan. Semangatnya amat sangat rendah, acap kali marah-marah tanpa sebab yang jelas, selalu mengeluh bahwa orang lain telah menipu dirinya.

Akhirnya pada suatu hari, ia berkata pada istrinya, “Kota ini membuat saya sangat kecewa, saya ingin meninggalkan kota ini, pindah ke tempat lain.”

Roy dan istrinya datang ke suatu kota, pindah ke tempat tinggal baru mereka. Di suatu malam akhir pekan, ketika Roy dan istrinya sedang menata kamar, mendadak listrik padam, seketika itu seluruh ruangan menjadi gelap gulita.

Roy sangat menyesal mengapa ketika datang ia tidak membawa lilin, karena itu ia hanya bisa duduk tak berdaya di lantai dan mengeluh. Saat itu, di luar pintu terdengar suara ketukan pintu yang agak ragu dan perlahan, memecah kesunyian malam.

“Siapa itu?” Di kota tersebut Roy tidak punya kenalan, ia juga tidak ingin diganggu orang di akhir pekan. Ia berdiri dengan terpaksa. Susah payah Roy meraba ke arah pintu, dan membuka pintu itu dengan tidak sabar.

Di depan pintu berdiri seorang gadis kecil, yang dengan nada ketakutan berkata pada Roy, “Tuan, saya adalah tetangga Anda. Tolong tanya apakah Anda memiliki lilin?”

Roy menjawab dengan nada dongkol, “Tidak ada.” lalu menutup pintu dengan keras. “Sungguh merepotkan!” keluh Roy pada istrinya. Roy berkata lagi, “Tetangga yang menyebalkan, kita baru pindah kemari sudah datang untuk pinjam barang, kalau begini terus akan bagaimana jadinya nanti!”

Ketika ia sedang menggerutu tak berkesudahan, di pintu terdengar lagi suara ketukan. Pintu dibukanya, si gadis kecil itu masih berdiri di sana, hanya saja kali ini di dalam tangannya membawa dua batang lilin, bercahaya merah, seperti wajah gadis kecil itu yang merah padam, sangat menyolok.

“Nenek bilang, kami telah kedatangan penghuni baru, mungkin tidak membawa lilin, lalu nenek menyuruh saya agar membawakan dua batang lilin ini untuk Anda.”

Seketika itu juga Roy tertegun, ia terperangah dengan kejadian di depan matanya ini. Dengan sangat tidak mudah ia tersadarkan kembali, “Terima kasih kepada engkau dan nenekmu, semoga Tuhan melindungi kalian.”

Seketika itu juga, tiba-tiba Roy menyadari banyak hal, ia sepertinya telah menyadari tentang akar permasalahan dari kegagalan dirinya, yaitu terletak pada kekasaran dan ketidak-acuhannya pada orang lain.

DIDALAM KEHIDUPAN INI..YANG BISA MENIPU KITA..ACAP KALI BUKANLAH ORANG LAIN..MELAINKAN SEPASANG MATA KITA YANG TELAH DIKELABUI OLEH DINGINNYA HATI KITA INI.

Source : Mingxin/The Epoch Times/lin

MAKNA DI BALIK SERAGAM POLISI

Kepahitan semakin terasa saat Yang Maha Kuasa menakdirkan Ahmad Junaedi menjadi seorang tuna wicara dan memiliki cacat bawaan sejak lahir. Hanya bahasa isyarat yang dapat dilakukannya untuk dapat berkomunikasi dengan orang sekitarnya.

Pagi ini, jam tangan baru menunjukan pukul 07.00 pagi. Seorang lelaki tiga puluhan tahun berjalan terseok-seok, keluar dari rumahnya di salah satu gang di Ciledug, Tangerang, Banten, tepatnya di pinggiran barat Kota Jakarta.

Bertumpu pada kedua lutut dan tangannya, Ahmad Junaedi, menuju sebuah lahan parkir tak jauh dari rumahnya. Disinilah Junaedi bekerja, dari pagi hingga malam.

Melangkah hati-hati, juru parkir tepi jalan HOS. Cokroaminoto, Ciledug itu menyeberang membelah keramaian lalu lintas.

Usai beristriharat sejenak, Junaedi mulai mencari posisi di sudut toko.

Dia mengawasi kendaraan yang keluar dan masuk area yang dijaganya. Beberapa waktu sebelumnya, Junaedi juga menjadi tukang parkir di halaman sebuah bank tak jauh dari apotik tempat ia biasa mangkal.

Namun karena persaingan lahan parkir yang cukup ketat, ia pun tersingkir. Maklum, pesaing Junaedi di sana perangainya kasar dan memiliki fisik yang lebih sempurna dari dirinya.

Junaedi pun harus rela menempati lahan parkir yang sepi.

“Ha-ha-ha-sil parkir tu-tu-turun, (cuma cukup buat) ma-ma-ma-kan,” ujar Junaedi sambil menggerak-gerakkan tangannya, seolah dia sanggup berbicara.

Sebelumnya, ia menggunakan kursi roda. Namun, sudah beberapa bulan ini kursi roda yang selalu menemaninya pergi ke sana kemari, rusak. Junaedi pun harus bersusah payah berjalan agar bisa sampai ke tempat–tempat yang ingin ditujunya.

Menekuni profesi tukang parkir sudah dilakoni Junaedi sejak 15 tahun lalu. Terlahir dengan cacat fisik, tidak membuat bungsu dari empat bersaudara itu merasa minder dan menarik diri dari hiruk pikuknya dunia luar atau menggantungkan hidupnya kepada orang lain.

Sejak kecil ia sudah terbiasa hidup mandiri, makan, minum, berpakaian dan aktivitas lainnya dilakukan sendiri. Ia tak mau merepotkan keluarga atau orang lain di sekitarnya.

Baginya, tak ada hal yang paling membahagiakan selain bisa diterima oleh masyarakat.

Bukan sekali atau dua kali laki-laki malang ini menjadi bahan tertawaan dan ejekan orang. Terutama anak-anak yang melintas di dekatnya. Entah sudah berapa pasang mata yang menjadikannya sebagai pusat perhatian. Ada yang menaruh perihatin, terharu, namun ada pula yang menyeringai saat melihat penampilannya.

Apapun tanggapan yang dilontarkan oleh masyarakat, semua selalu ditanggapinya dengan senyuman.

“Sa-sa-saiaya ikhlas...,” ucap terbata-bata, dibarengi gerakan tangan mengurut dada.

Namun, kemandirian dan tekadnya yang tak kenal menyerah membuat orang-orang di sekelilingnya angkat topi. Usaha dan kegigihannya untuk bisa sejajar dengan orang normal, membuat keberadaannya menjadi dihormati oleh tetangga dan orang-orang sekitar tempat bekerja.

Hmm..siapa pun tak ada yang ingin hidup susah, apalagi kekurangan secara fisik. Termasuk Junaedi yang menjalani hidup keras ini dengan segala kekurangan. Jika dia bisa berbicara dengan lancar, entah apa yang akan dikatakan Junaedi tentang takdirnya.

Terdengar dengan nada yang terbata dan gerakan tangannya, pria kelahiran Jakarta tahun 1972 ini berkisah, sejak kecil bercita-cita ingin menjadi seorang polisi. Namun karena terlahir dalam kondisi fisik yang kurang sempurna, ia pun harus mengubur keinginannya dalam-dalam.

Lewat sebuah bahasa isyarat, ia selalu mengatakan, cita-cita boleh tidak kesampaian, tetapi semangatnya untuk menjadi seorang polisi tetap berkobar.

Karena itulah, ketika lalu lintas disekitar areal parkirnya dia akan meninggalkan pekerjaannya, untuk pergi ke perempatan jalan. Disana dia membantu mengatur kelancaran lalulintas kendaraan, agar kemacetan segera berkurang.

Mendengar cerita dan kebesaran tekadnya, seorang anggota polisi pernah memberikan Junaedi seragam polisi. Lengkap dengan atributnya seperti topi, peluit, tongkat pemukul, hingga sepatu dinasnya.

Setidaknya baju seragam itu bisa sedikit mengobati kesedihannya lantaran tak bisa menjadi anggota polisi yang sesungguhnya.

Hari demi hari dilalui Junaedi dengan kebesaran jiwa. Tak peduli betapa teriknya matahari, derasnya guyuran hujan dan dinginnya angin malam menusuk tulang, lelaki ini mencoba untuk tetap bertahan. Ditengah keterbatasannya, selalu berusaha mengutamakan kepentingan orang lain, daripada kepentingan pribadi, mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan materi dan diri sendiri.

Seandainya, para pemimpin-pemimpin Polri bisa mengadopsi mentalitas dan semangat Junaedi, maka, barangkali tidak akan ada yang namanya kasus 'rekening gendut perwira polisi'. Kasus yang membuat sebagian besar polisi merasa risih, termasuk polisi yang selama ini merasa bersih.

HIDUP MENJADI BERARTI BUKAN DILIHAT DARI SIAPAKAH DIRI ANDA..TAPI BAGAIMANA ANDA MEMBUATNYA BERARTI :)

Source : Ahmad Fadli/Era Baru News

PECAHNYA CANGKANG TELUR

“Teng…teng…” bel tanda masuk berbunyi, Bu Heni dan bu Han memanggil anak-anak masuk ke dalam ruangan. Anak-anak pun segera berkumpul dan satu persatu duduk di karpet.

Namun di ujung saung terlihat masih ada empat anak yang masih asyik bermain. Aisha dengan Nadwa yang sibuk dengan lomba larinya, Rian yang masih asyik bermain dengan boneka naruto yang baru dibelinya, dan Raihan yang sedang asyik memberi makan kelinci di halaman.

Bu Han pun segera memanggil Aisha, Nadwa, Rian dan Raihan untuk segera masuk karena waktu istirahat telah selesai.

Tiba-tiba Rian memukul Raihan, sehingga Raihan menangis tersedu-sedu. Bu Han pun segera berlari menuju tempat kejadian, begitu pun Aisha dan Nadwa. Bu Han bertanya,

"Mengapa Rian memukul Raihan".

Rian berkata, “Raihan mengambil narutoku..!!!”,

Seketika Raihan menjawab “Aku kan hanya pinjam..huaaaaaaaaa :'( ” tanpa menghentikan tangisannya.

Bu han pun segera melerainya, dan meminta Aisha dan Nadwa untuk berkumpul dengan teman-teman yang lain.

Sedangkan Bu Han meminta Rian dan Raihan untuk duduk dan menyelesaikan masalahnya.

Aisha dan Nadwa yang sedang asyik melihat kejadian tersebut pun pergi ke kelas sambil mengucap “Dasar Cengeng”.

Bu han yang mendengar kalimat tersebut meminta Aisha dan Nadwa untuk segera masuk kelas.

Setelah Bu Han, Rian dan Raihan menyelesaikan masalahnya, mereka pun segera bergabung dengan Bu Heni dan teman-teman yang lain.

Hmm..ternyata hari ini Bu Heni membawa tiga butir telur yang siap untuk dimasak. Bu Heni meminta Aisha untuk memecahkan telur ke dalam mangkok yang sudah disiapkan di depannya. Sedangkan untuk dua telur yang lain di pecahkan oleh Rana dan Fathia.

Bu Heni bertanya “Apa yang terjadi dengan telurnya?”

Serentak anak-anak pun berkata, “Telurnya pecah buuuu..”

“Bu, telurnya terbelah menjadi dua, dan aku bisa melihat kuning dan telurnya masuk ke mangkok.” Ujar Rana.

“Bagus sekali..bagus sekali... Nah sekarang kalian siap? Siapa diantara kalian yang bisa mengatakan kepada ibu bagaimana caranya agar ibu bisa mengembalikan isi telur kedalam cangkangnya?”

Suasana kelas menjadi hening, sang guru tersenyum dan menggoda anak-anak itu.

“Ayo..ayoo.. Ibu menunggu jawaban kalian…. :) ”

“Bu heni, kita tidak bisa mengembalikan isi telur itu, kan?” Tanya Rian yang penasaran.

“Menurutmu bagaimana?” Bu heni balik bertanya.

“Tidak bisa bu, kurasa tidak akan bisa” jawabnya dengan hati-hati.

“Bagus..bagus..Excellent Rian. Kita tidak bisa membuat telur itu utuh lagi. Dan kalian tahu sebabnya? Sekali sebutir telur pecah, dia akan tetap pecah.” Tutur bu hen sambil menoleh kepada Rian dan Raihan.

"Begitu juga dengan kata-kata. Setiap kali sepatah kata keluar dari mulut kita, kata itu tidak akan pernah bisa kembali. Itulah sebabnya kita harus berhati-hati dengan apa yang kita katakan kepada orang lain. Kata-kata bisa menyakitkan persis seperti ketika kita memecahkan telur..apalagi sampai menonjok teman sendiri..kasihan kan temannya? :)”

Tiba-tiba Rian beranjak dari tempat duduknya dan mendekati tempat duduk Raihan seraya berkata, “Maafin aku yach karena telah menonjokmu..”

Raihan pun menyambut tangan Rian dan berkata, “aku juga minta maaf karena mengambil mainanmu.”

Aisha pun tak ketinggalan meminta maaf pada Raihan karena telah mengatainya cengeng. Dan suasana kembali gaduh karena semua bersiap-siap untuk menggoreng roti yang dilapisi dengan telur.

Sakitnya pukulan mungkin bisa hilang dalam beberapa waktu, namun bagaimana dengan hati? Jika kata-kata yang keluar dari mulut kita ternyata menyakiti saudara kita? Lalu dengan cara apa kita mengembalikannya? Dengan apa kita menghapusnya? Sudah berapa telurkah yang sudah kita pecahkan? Bagaimana mengembalikannya?

IYA..JANGAN LAGI SALING MENYAKITI..DAN MULAILAH PERKATAKAN HAL-HAL YANG POSITIF DAN SEMUA YANG BAIK..MAKA DUNIA AKAN MENJADI AMAN DAN DAMAI :)


Source : Rumah Renungan