Kisah Kisah Kita

Thursday, March 8, 2012

BERKAT KERJA KERAS..BUKAN KARENA CINCIN AJAIB

Cerita Rakyat Jerman

Pak Volker adalah seorang petani. Ia menggarap ladangnya dari subuh sampai matahari terbenam. Tapi hidupnya tetap kekurangan. Suatu hari, ketika sedang istirahat disamping alat bajaknya, ia dihampiri oleh seorang pengemis tua yang berjalan tertatih-tatih meminta sedekah. Pak Volker memberinya bekal makan siangnya. Pengemis tua itu pergi sambil mengucapkan terima kasih.

Sebelum meneruskan perjalanan, pengemis itu berkata,”Jalanlah lurus ke timur. Lusa, kau akan ketemu sebatang pohon pinus yang lebih tinggi dibanding pohon-pohon sekitarnya. Tebanglah pohon itu. Kau akan mendapatkan peruntungan yang besar.”

Begitu si pengemis tua itu hilang dari pandangan, Pak Volker memungut kapaknya dan berangkat ke arah yang ditunjukkan si pengemis. Dua hari kemudian, ditemukannya pohon pinus itu. Dengan satu kali tebas, batang pohon bergetar. Dari cabang paling tinggi, jatuhlah sebuah sarang burung. Dua butir telur pun menggelinding di tanah, lalu pecah. Dari telur pertama, muncul seekor anak rajawali, sedangkan dari telur kedua, muncul sebuah cincin keemasan.

Anak rajawali berubah menjadi seekor rajawali dewasa dalam waktu singkat. Ia mengepak-ngepakkan sayap-sayapnya serasa lepas dari kungkungan. Katanya, kepada pihak Volker, “Kau telah memberiku kebebasan. Ambil cincin bertuah itu dan pakailah. Putar-putarlah di jarimu sambil mengucap keinginanmu. Pasti akan terkabul. Tapi ingat, hanya untuk satu permintaan. Setelah itu, ia akan kehilangan tuahnya.”
Rajawali terbang tinggi ke angkasa, semakin tinggi dan lenyap di balik awan.

Pak Volker menyelipkan cincin bertuah ke jarinya, lalu pulang. Menjelang senja, ia tiba di sebuah kota. Di sini, ia bertemu seorang tukang emas yang sedang berdiri di depan tokonya. Pak Volker memperlihatkan cincin itu kepadanya dan menanyakan harganya.

“Tak berharga sama sekali. Ini bukan dari emas, Cuma cincin sepuhan,” jawab tukang emas.

Pak Volker tertawa keras. Ia menjelaskan, “Ini cincin bertuah, nilainya lebih dari seluruh barang di tokomu.”

Rupanya tukang emas itu seorang yang tamak dan licik. Dipintanya Pak Volker menginap semalam dirumahnya. Katanya, “orang jujur seperti kau akan membawa keberuntungan. Ayolah, jadilah tamuku!”

Dijamunya Pak Volker dengan makanan paling lezat, anggur paling mahal, dan obrolan ramah. Tapi, pada tengah malam, ketika Pak Volker tidur lelap, diam-diam, tukang emas mencopot cincin bertuah itu dari jari tamunya itu dan menukarnya dengan cincin biasa yang serupa.

Pagi-pagi benar, esok harinya, tukang emas itu membangunkan tamunya dan mengingatkan bahwa perjalanan yang akan ditempuh masih panjang.

“Lebih baik kau berangkat sekarang, nanti kemalaman lagi di jalan,” sarannya.

Setelah tamunya pergi, tukang emas tamak bergegas ingin membuktikan keampuhan cincin bertuah. Di tengah ruangan, diputarnya cincin di jarinya yang gembul dan ia mengucapkan sebuah permintaan, “Aku ingin eh….seratus ribu keping uang emas!”

Seusai kata-katanya terucap, terjadilah hujan uang emas. Koin-koin keras dan berkilauan mengguyur kepalanya bagai air mengucur dari sebuah pancuran. Ia berteriak teriak, “Stop! Stop!” dan mencoba meloloskan diri ke pintu. Tapi, ia tersandung dan tersungkur ke lantai. Tetapi masih saja pancuran uang emas berlanjut. Sampai akhirnya, tubuhnya tak kelihatan lagi di balik timbunan koin-koin emas.

Sementara itu sesampai di rumah, Pak Volker memamerkan cincin yang didapatnya kepada istrinya. Katanya, “Mak, cincin bertuah ini akan mengabulkan satu permintaan kita. Tapi, sebaiknya, kita pikir masak-masak sebelum mengucapkannya.”

Istrinya memberi saran, “Ladang kita terlalu sempit. Mintalah satu hektar lagi. Kita akan mempunyai sebuah kali kecil mengalir melintasi ladang kita. Ayo, ucapkan keinginan itu!”

“Kalau untuk itu, sih, kita cukup bekerja keras satu atau dua tahun,” jawab suaminya.

Suami-istri petani itu pun bekerja keras, dan musim gugur tahun berikutnya, panen melimpah. Mereka berhasil membeli satu hektar tanah tetangga dengan anak kali mengalir melintasinya, dan mereka masih punya sisa uang!

Kemudian, terlintas dalam benak Bu Volker, mereka butuh sapi.

“Kuda kita jual, lalu mintalah uang pada cincin bertuah untuk dipakai tukar tambah dengan seekor sapi. Setuju?”

Tapi, suaminya tak sependapat. Sebab, menurut hematnya, dengan bekerja keras, mereka bisa membeli sapi sendiri.

Mereka bekerja bahu-membahu, dan belum genap setahun, mereka sudah berhasil membeli seekor sapi, bahkan seekor kuda lagi. Pak Volker mendesah lega. Katanya, “Kita masih punya kesempatan satu permintaan. Betapa beruntungnya!”

Beberapa kali Bu Volker minta suaminya mengucapkan permintaan, tapi selalu ditolak. Sebab siapa tahu, ada saatnya mereka memang benar-benar membutuhkan sesuatu yang tak bisa diperoleh lewat kerja keras.

Tahun demi tahun berlalu. Mereka tetap bekerja keras. Dan, semakin jarang Bu Volker menyarankan suaminya agar mencoba cincin bertuah.

Tiga puluh tahun berlalu, dan kemudian empat puluh tahun. Pak Volker dan istrinya beranjak tua, rambut mereka seputih salju. Keinginan tak pernah di ucapkan. Akhirnya suatu malam, mereka berdua menghembuskan napas terakhir.

Anak-anak dan cucu-cucu berdiri mengitari peti mati. Si sulung menunjuk cincin di jari ayahnya dan berkata, “Ini cincin kesayangan beliau. Biarlah ayah membawa serta ke dalam liang lahat.”

Pak Volker dimakamkan bersama cincin yang diperkirakan bertuah yang ternyata cuma cincin biasa.

WAH..SEMUANYA BISA KITA DAPATKAN DENGAN BEKERJA KERAS.. SO BUAT APA CINCIN AJAIB.. :)

Source : Kepik Sang Penyelamat, Kadir Wong (quickstart.co.id)

No comments:

Post a Comment