Kisah Kisah Kita

Tuesday, November 8, 2011

KINI SAYA TELAH DEWASA..HARUS SELALU MENGAMPUNI

Ayah saya seorang pengacara. Ia paham betul akan hukum-hukum internasional. Klien ayah semuanya perusahaan besar, maka penghasilan tiap bulan juga sangat besar. Tetapi acapkali dia mengabdi secara sukarela kepada kelompok lemah, menyediakan jasanya tanpa memungut biaya.

Minimal sehari dalam seminggu, dia pergi ke tempat pendidikan pelatihan bagi anak-anak muda yang menjalani hukuman. Setiap kali ada pengumuman penerimaan murid SMU, dia akan mencari apakah nama anak-anak yang menjalani hukuman itu juga tercantum di sana.

Saya anak tunggal. Sudah tentu segala kasih sayang orang tua semuanya jatuh pada saya, tetapi ayah tidak memanjakan saya. Namun demikian yang ayah berikan kepada saya sungguh sangat banyak.

Setiap malam, ayah selalu menyelesaikan sebagian tugasnya di meja kerjanya. Ketika masih kecil, saya sering menggunakan kesempatan masuk ke ruang kerja ayah untuk bermain. Kadang kala ayah juga bisa menjelaskan kepada saya untuk menangani berbagai kasus.

Jalan pemikiran ayah selamanya sesuai dengan logika yang ada, sehingga saya sejak kecil sudah bisa menggunakan cara berpikir seperti ayah. Tak heran acapkali ketika saya berbicara di berbagai forum sekolah, pemikiran saya selalu jernih, sehingga banyak guru sekolah berteman akrab dengan saya.

Kini, saya telah menjadi mahasiswa. Sebulan sekali baru bisa melewatkan akhir pekan dengan orang tua. Beberapa hari lalu, saat liburan musim semi, ayah mengajak saya berlibur ke sebuah vila di tepi pantai.

Saat sore, Ayah mengajak saya berjalan-jalan di pinggir pantai. Ayah duduk beristirahat di pinggir sebuah tebing sambil memandangi cakrawala sore yang indah.

Mendadak ayah membicarakan seorang terpidana yang baru-baru ini dieksekusi. Ayah berkata dia sangat menentang hukuman mati. Walaupun terpidana mati itu sebelumnya pernah melakukan perbuatan jahat, tetapi ada sebagian orang bisa berubah menjadi baik. Orang yang dihukum tembak bisa jadi seorang yang baik. Sedangkan orang yang kelihatan baik dan hidup bebas diluar penjara banyak yang jahat.

Ketika saya membicarakan masalah opini publik, ayah tidak berdebat dengan saya, dia hanya berkata masyarakat harus membicarakan opini publik tetapi masyarakat harus lebih mementingkan pengampunan. Dia berkata, “Kita semua orang juga berharap mungkin bisa mendapatkan pengampunan dari orang lain.”

Saya teringat bahwa ayah pernah menjadi seorang hakim, secara spontan saya lalu bertanya apakah ayah pernah menvonis hukuman mati.

Ayah berkata, “Ayah pernah sekali memvonis orang dengan hukuman mati. Dia masih muda dan tidak berpendidikan. Ketika dia pergi ke ibukota untuk mencari kerja, KTP-nya ditahan oleh majikan perempuan. Sebenarnya tindakan menahan KTP ini menyalahi hukum. Anak muda tersebut lalu dipekerjakan bagaikan budak oleh majikan perempuan itu. Sehingga suatu hari dia menjadi sangat marah, memukul majikan perempuan itu hingga meninggal.”

“Saat itu ayah menjadi hakim utama yang menjatuhkan hukuman mati kepada si anak muda. Setelah peristiwa itu, selama di penjara, terpidana tersebut sangat rajin berdoa, dilihat dari berbagai indikasi ia sudah menjadi seorang yang baik. Oleh karena itu ayah pergi ke berbagai instansi untuk mengajukan permohonan pengampunan khusus, agar dia tidak dihukum mati, tetapi usaha ayah tidak berhasil.”

“Setelah divonis hukuman mati, isteri-nya melahirkan seorang putra yang sangat lucu. Ketika ayah pergi ke penjara untuk menjenguk si terpidana, ia sedang memandangi foto bayinya. Melihat foto itu, ayah menjadi sangat sedih akan nasibnya yang akan menjadi seorang anak yatim. Ayah sangat menyesali hukuman mati yang pernah ayah jatuhkan kepada dirinya.”

“Sebelum dia dieksekusi, Ayah menerima sepucuk surat.”

Ayah mengeluarkan sepucuk surat yang kertasnya sudah menguning dari dalam sakunya, dia menyodorkan surat kepada saya tanpa berkata apapun.

Bunyi surat itu :

Kepada Bapak Hakim yang terhormat :

Terima kasih Anda yang telah melakukan berbagai usaha bagi kebebasan saya, tapi nampaknya ajal saya sudah tiba. Bagaimanapun dalam hati saya akan selamanya berterima kasih kepada Anda. Ada sebuah permintaan, mohon Anda bisa mengabulkannya. Mohon berikan perhatian kepada putra saya, agar dia kelak bisa melepaskan diri dari lingkungan kemiskinan dan ketidaktahuan, agar dia kelak bisa menerima pendidikan tinggi. Sekali lagi saya mohon bantuan Anda untuk membantu putra saya agar dia bisa menjadi seorang anak yang terpelajar.Jangan membiarkan anak ini seperti saya, dengan ceroboh menjalani kehidupan ini.

Hormat saya,

Setelah membaca surat itu, saya merasa penasaran atas kelanjutan nasib anak tersebut, “Ayah, bagaimana Anda memberikan perhatian kepada anak tersebut?”

Ayah menjawab, “Ayah mengangkatnya sebagai anak.”

Sekejab itu dunia bagaikan berubah semuanya. Orang yang di depan saya ini bukan ayah kandung saya. Dia pembunuh ayah kandung saya, anak harus membalaskan dendam ayah, pembunuh harus mati!

Saya berdiri mendekati ayah, asalkan saya mendorongnya dengan ringan saja, ayah pasti akan jatuh ke jurang. Tetapi bukankah ayah kandung saya telah mengampuni orang yang menjatuhkan hukuman mati kepada dirinya? Yang duduk di depan saya ini seorang yang baik. Masalah dia telah menjatuhkan hukuman mati, sudah menjadi ganjalan dalam hatinya sejak awal.

Jika ayah kandung saya hadir di sini, dia akan berharap saya bisa melakukan apa untuk menyelesaikan masalah ini?

Saya bersimpuh di hadapan Ayah, dengan suara lembut berkata, “Ayah, hari sudah petang, mari kita pulang! Ibu sedang menunggu kita di rumah.”

Ayah berdiri dari duduknya, saya melihat air mata berada di sudut matanya, “Terima kasih Nak. Ayah tidak menyangka begitu cepat dirimu memaafkan ayah.”

Saya juga menemukan bahwa pandangan mata saya menjadi kabur karena genangan air mata, tetapi ucapan kata-kata saya masih jelas sekali, “Ayah, saya adalah anakmu, terima kasih Ayah telah membesarkan saya hingga dewasa.”

Saya bangga sekali terhadap ayah kandung saya yang telah tiada, kelapangan dadanya telah memberikan pengampunan kepada orang yang menjatuhkan hukuman mati kepada dirinya. Saya juga bangga dengan ayah saya sekarang ini, dia selalu merasakan hati nuraninya tidak tenang karena telah memberikan hukuman mati kepada orang lain, tetapi dia sudah menunaikan tanggung jawabnya, membesarkan diri saya menjadi dewasa. Dia bahkan siap mati jika saya menghendaki nyawanya.

Sedangkan saya sendiri? Saya merasakan diri saya menjadi tinggi besar dan kuat. Hanya orang yang memiliki kebaikan hati yang bisa memberikan pengampunan kepada orang lain, baru bisa menikmati ketenangan hati setelah memberi pengampunan kepada orang lain. Bagi orang yang dalam hati penuh dengan dendam dan pikiran yang jahat tidak akan mengerti perasaan yang demikian.

Ayah kandung yang tercinta, kiranya Ayah bisa beristirahat di dalam alam baka. Anak kandungmu kini sudah dewasa, apa yang saya lakukan hari ini tentunya adalah hal yang Ayah restui dan menenangkan hati Ayah.

FORGIVENESS ISN'T SOMETHING WE DO FOR OTHERS. WE DO IT SO WE CAN GET WELL AND MOVE ON :)

Source : Jia Tong/The Epoch Times/lin

No comments:

Post a Comment