Kisah ini bercerita tentang sebuah
keluarga yang terus mencintai anaknya dalam penderitaannya. Semua penderitaan itu bermula
ketika anak laki-laki mereka lahir dengan cacat bawaan. Cacat ini bukan
pada fisik luarnya, tetapi pada bagian dalam tubuhnya. Otaknya tidak
memperoleh suplai oksigen dengan baik. Tentu saja ini sangat berpengaruh
buruk. Secara sederhana, Rick, anak laki-laki mereka ini tidak akan
bisa hidup normal.
Suami istri itu tidak menyerah
begitu saja meski mendapati anaknya tidak akan bisa berjalan dan bicara.
Mereka mencari jalan agar anaknya bisa belajar, bisa tumbuh, meski
memiliki begitu banyak kekurangan. Saat Rick berusia 10 tahun
orangtuanya memberi sebuah computer sederhana yang bisa sangat membantu
Rick. Tentu saja tahun tersebut, 1972, teknologi belum sangat maju
seperti sekarang. Toh kehadiran computer itu sangat menolong.
Pelan-pelan Rick diajari mengeja huruf demi huruf. Kata pertama yang
membahagiakan mereka adalah ketika Rick bisa menggerakkan mouse computer
untuk mengeja kata sapaan, “Hi Mom” dan “Hi Dad”.
Pelan-pelan
Rick dikenalkan dengan berbagai aktivitas anak-anak pada umumnya, meski
ia menjalani dengan duduk di kursi roda. Ia diajari berenang, bermain
hoki, dll. Akhirnya tahun 1975, ketika ia berusia 13 tahun, Rick di
masukkan ke sekolah normal. Di sana ia belajar dan bisa mengikuti dengan
baik, tentu dengan bantuan berbagai alat. Tidak hanya sampai di situ,
Rick mampu menyandang gelar sarjana dalam bidang Pendidikan Khusus tahun
1993.
Seperti anak-anak dan pemuda
pada umumnya, Rick sangat menyukai olah raga. Ia mengikuti beritanya dan
sangat ingin terlibat di dalamnya. Di sinilah kebesaran cinta sang ayah (Dick Hoyt)..sungguh diuji. Suatu saat di musim semi tahun 1977, Rick mengatakan
ingin ikut dalam lomba lari 5 mil yang ada di kota mereka. Dick Hoyt menyetujui permintaan anaknya. Tentu saja, Rick tidak mampu berlari sendiri. Orangtuanya
membuatkan kursi roda khusus yang bisa didorong sambil berlari. Dick Hoyt yang berlari sambil mendorong kursi roda anaknya.
Setelah ikut lomba tersebut,
Rick seperti keranjingan untuk ikut lomba yang lain. Sang ayah selalu
mengiyakan. Ia tidak pernah menolak keinginan anaknya. Suatu malam, Rick
berkata pada ayahnya, “Dad, ketika aku ikut berlari, aku merasa bahwa
aku bukan orang cacat.” Tentu saja ini sangat mengharukan bagi Dick Hoyt.
Berbagai lomba telah mereka ikuti. Puncaknya ketika mereka terlibat dalam lomba iron-man. Lomba ini meliputi lari, bersepeda dan berenang di laut. Hal itu terjadi pada tahun 1992. Sekali lagi, Dick Hoyt mengiyakan tanpa mengeluh akan permintaan anaknya tersebut. Saat itu usia Rick sudah 30 tahun dan ayahnya sudah 52 tahun. Setelah itu mereka masih mengikuti beberapa lomba yang lain lagi. Bapak anak ini menjadi sebuah team yang solid. Sang anak terus berusaha memberi semangat pada ayahnya dengan merentangan tangan dan menunjukkan raut muka gembira. Mereka telah menjadi satu. Mereka tidak mungkin berlomba secara terpisah. Dick Hoyt adalah tubuh dan anaknya adalah hati yang membakar semangat untuk terus berlari.
Mereka masih memiliki rencana
akan mengikuti lomba marathon di Boston, yang merupakan lomba
favoritenya Rick dan lomba-lomba lainnya. Tetapi sang ayah
sudah tua. Kita tidak tahu apakah mereka masih bisa melakukan atau
tidak. Namun yang pasti, Dick Hoyt yang perkasa ini telah menunjukkan cinta
yang sangat besar pada anaknya. Ia tidak pernah mengeluh, karena
penderitaan anaknya adalah jalan baginya untuk menunjukkan cintanya.
TERKADANG KESULITAN MENJADIKAN JALAN UNTUK MENUNJUKKAN KEMAMPUAN YANG SEBENARNYA. SEBUAH PENDERITAAN MERUPAKAN JALAN UNTUK MENUNJUKKAN CINTA YANG SESUNGGUHNYA.
Source : maskolis.blogspot.com
No comments:
Post a Comment