Kisah Kisah Kita

Monday, January 23, 2012

TETESAN AIR MATA DI HARI IMLEK

Imlek tinggal menghitung hari, banyak orang yang tersenyum ceria siap-siap menyambut hari penuh kebahagiaan ini, tapi tidak untuk Lie Mei. Lie Mei harus banyak menghela nafas dan mengusap dada setiap kali teman-teman setingkatannya di kelas 4 SD saling menunjukkan baju baru yang dibelikan oleh orang tuanya masing-masing. Bagi Lie Mei untuk Imlek yang ke tiga kalinya ini ia harus kembali merayakan imlek seadanya, membuang angan-angan untuk mendapatkan ang pao atau sekedar ciuman dari ayahnya.

Tiga tahun lebih sudah, Ayah Lie mei bekerja menjadi TKI di negeri Taiwan, jangankan mengirimkan sejumlah uang untuk membelikan baju, berkirim kabarpun tidak. Ibunya yang hanya bisa mengais rejeki dari mencuci pakaian tetangga sekitarnya tidak sanggup untuk membelikan yang Lie Mei inginkan.

Beruntung, meskipun masih kecil Lie Mei sudah mampu mengendalikan hasratnya, paling tidak dihadapan ibunya. Lie Mei tidak mau ibunya semakin terbebani dengan kemauan-kemauannya. Lie Mei tahu, meskipun ibunya tidak mampu membelikan apa yang ia inginkan bukan berarti ibunya tidak memahami apa yang diinginkannya. Walau kadang di belakang ibunya tak kuat lagi meneteskan air mata, ia terus berusaha tersenyum ceria sebisa mungkin dihadapan ibunya.

Adakalanya, Imlek adalah salah satu momen yang kurang Lie Mei sukai. Ingin sekali rasanya kalau hidup ini tidak ada Imlek, tidak ada hari yang harus membuat ia bersedih. Tapi Lie mei pun sadar, tidak ada yang salah dengan hari Imlek, yang salah adalah ketika kita salah menyikapi dan merayakannya. Dan meskipun demikian, Lie Mei sangat bersyukur betul mempunyai ibu yang benar-benar pahlawan, inspirator dan motivator bagi dirinya.

Malam menjelang Imlekpun tiba, suara-suara petasan dari berbagai gang-gang di kota Pontianak..akhirnya meruntuhkan benteng senyuman Lie Mei. Ia tak kuat lagi menahan air matanya yang sudah bergelayut kuat di pelupuk mata. Sebisa mungkin ia menahan air matanya, tapi memang ia sudah tak sanggup lagi, bibirnya kelu, alur napasnya terbata-bata, seketika ia peluk ibunya dengan erat-erat, sang ibupun tak sanggup membendung air matanya. Ibu dan putri darah dagingnya berpelukan dengan penuh deraian air mata.

Lebih dari sepuluh menit lamanya Lie Mei dan ibunya berpelukan, selain tangisan tak ada satu katapun yang terucap dari keduanya. Sebagai seorang ibu, ibu Lie Mei faham betul apa yang sedang dirasakan didalam diri putri semata wayangnya. “Gak terasa besok sudah Imlek ya bu…..Lie Mei merasa berdosa sudah banyak menyusahkan ibu, Lie Mei sudah banyak menjadi beban pikiran ibu, Lie Mei sudah membuat ibu bersedih”, suara Lie Mei memecah suasana yang penuh tangisan. Ibu Lie Mei tidak menjawab satu katapun, beliau belum bisa mengendalikan nafas dan tangisannya. Ibu Lie Mei hanya bisa menganggukkan kepala dengan air mata yang terus bercucuran dipipinya.

Iya..Lie Mei merasa berdosa, merasa berdosa karena ia tidak mampu membendung air matanya sehingga membuat ibunya pun larut dalam tangisan, padahal ia sama sekali tidak ingin membuat ibunya bersedih di hari bahagia..hari Tahun Baru yang dirayakan oleh masyarakat keturunan Tionghoa di seluruh dunia, Lie Mei sadar bahwa ibunya sudah banyak melakukan segalanya melebihi batas kewajiban sebagai seorang ibu.

Ibu Lie Mei, masih tersedu-sedu dalam tangisan, serasa bingung mau menjawab apa. Banyak hal yang membuat mereka bersedih. Penjelasan apa yang harus disampaikan pada Lie Mei, membuat ibu Lie Mei semakin bersedih. Keduanya sama-sama tahu dan sama-sama saling memahami. Persis malam itu hanya Lie Mei, Ibu Lie Mei, Malaikat, dan Tuhan saja yang tahu apa yang sedang dirasakan oleh Lie Mei dan Ibunya, dimana saat bersamaan orang-orang disekitar rumah Lie Mei sedang riang gembira bercengkerama berbagi ang pao dengan seluruh anggota keluarganya.

SELAMAT HARI RAYA IMLEK BAGI YANG MERAYAKAN....新年快樂 (Xin nian khuai le!) :)

No comments:

Post a Comment